EUPHORIA #bagianke3
Di bagian ini, saya menceritakan
pengalaman di kampung dan proses balik ke Malaysia lagi.
Alhamdulillah... masih terasa mimpi bisa
balik ke kampung padahal masih 8 bulan bekerja. Nah, itu dia yang saya maksud,
saya baru bekerja 8 bulan di Malaysia, namun saya sudah dapat izin untuk pulang
cuti selama kurang lebih sebulan. Makanya orang-orang yang di kampung saya,
yang sudah pernah ke Malaysia (mantan TKI) bilang “kok bisa pulang belom ada
setahun?” dan berbagai komentar senada juga dilontarkan ke saya.
Saya tidak tahu, itu keberuntungan atau
apa lah ya. Tapi semua itu atas Kebaikan Allah pada saya. Semua atas izin dan
scenario-Nya.
Jadi, kebrangkatan pesawat saya dari jam
10.00 am sampai di Medan (KNO) pukul 09.50 am. Ditambah dengan selaga macam
proses pengambilan bagasi dan pengisian form beacukai serta membeli kue khas
dari Medan Par-Par dari Oki Setiana Dewi, lalu mencari bus tujuan ke Stabat,
menghabiskan waktu satu jam. Karena bus itu bukan milik saya, jadi saya tidak
bisa memerintah supirnya untuk jalan setelah saya naik. Mereka harus menunggu
beberapa penumpang 2-3 orang lagi, barulah bus bisa berangkat. Jadi saya
berjamur menunggu di sana sampai pukul 12.00am. lama banget. Kalau dari jam 11
saya sudah sampai dan jalan terus, kemungkinan saya sudah sampai rumah lebih
awal.
Menikmati proses perjalanan menuju rumah
adalah suatu moment yang selalu saya inginkan terjadi setiap kali saya pergi
merantau. Suatu perasaan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Apalagi
kalau tiba-tiba orangtua sudah melihat saya ada di depan pintu. Itu adalah
ekspresi kebahagian yang tidak bisa tergantikan oleh apapun di dunia ini.
Pukul 14.30 saya tiba di rumah dengan
dihantar oleh tukang becak motor dari Stabat city. Karena saya pikir terlalu
ribet kalau naik angkot dengan empat buntelan.
Dan capek juga, nanti setelah turun dari angkot, saya mesti naik becak lagi ke
dalam dari simpang rumah. Ribet kan. Jadi saya pilih satu angkutan yang cepat
dan murah. Eh, tapi sebelum itu, saya sempat beradu tawar-menawar sama abang
tukang becaknya. Dia mematok harga Rp.35.000 jadi saya tawar 20rb. Tahu lah ya,
kalau perempuan tawar-menawar. Jadi saya bilang “ala, biasanya ayah saya 20rb
sampai rumah, dengan bawa besi dari toko pri**** itu, lagian nggak sampai satu
liter habis besin abang kan.” Padahal saya tidak pernah tahu harga pasaran
berapa. Hehe... ya Allah, maafkan hamba ya.
Akhir ceritanya, deal. Abang itu mau
dengan harga segitu. Lalu setelah sampai di rumah, karena tidak tega dengan
abang itu, saya tambahkan sedikit lagi dari perjanjian tadi, eh, malah minta
lebih, dasar tidak bersyukur mah abangnya.
Welcome home caca...
Selamat menikmati hari libur di rumah
selama 25 hari.
Tidak banyak sih, yang saya lakukan.
Hanya membantu Mama menyelesaikan orderan makan berhadapan untuk pesta bang
Fauzi. Dan kebetulan saat saya di rumah, Ayah sudah sehat, tetapi Mama pula yang
sakit. Gara-gara habis rewang (kerja di tempat orang pesta) di rumah pak Ateh.
Katanya sih, keteguran makhluk halus. Yach, kalau di kampung itu memang banyak
sekali mitos-mitos bertebaran. Walau bagaimanapun, itu memang sudah kebiasan
orang-orang tua dulu, dan saya tidak bisa memberi masukan. Malah saya yang kena
ceramah balik.
It’s oke. Alhamdulillah Mama tetap bisa
mengerjakan semua pekerjaannya. Masak di rumah bu Hajar, sedangkan saya
membantu pekerjaan Mama yang lain merangkai bunga permen di rumah.
Ya Allah, sebenarnya kasian liat Mama
kalau sudah bekerja sebagai tukang masak di tempat orang pesta. Setelah
pekerjaan selesai, pasti badan beliau sakit-sakitan. Dan kemarin juga beliau
terjatuh saat berjalan karena memang sudah terlalu letih. Tapi, beliau tidak
mau berhenti kalau tugasnya belum selesai. Ya Allah... berilah Mama hamba
kekuatan dan kesehatan sepanjang hidupnya. Aamiin...
Jadi, selama saya di kampung, saya hanya
menemani Mama pergi berobat, belanja ke pasar (pajak), jalan sana-sini, ngantar
dan jemput adik sekolah, dan satu hari sebelum pulang, Bu Iji yasinan di
rumahnya, jadi kita makan enak donk. Heheee.... dan lagi-lagi, Mama yang masak.
Tapi kalau untuk orang yasinan, Mama tidak terlalu capek. Karena jumlahnya
sedikit.
Itulah rutinitas di kampung. Kebanyakan
sih, jalan-jalan pas jemput adek pulang sekolah jam 17.30, seklaian cari-cari
makanan. Jad, setiap sore itu pasti beli makanan. Dan paginya selalu beli
lontong untuk sarapan. Hehe... duitnya habis untuk jajan doank.
Dan untuk mengunjungi rumah teman-teman
liqo, sekolah dan lain-lain, satu pun tidak ada yang saya jumpai. Karena memang
malas banget mau jalan-jalan sendiri, sedangkan adek selalu masuk siang
sekolahnya, dan sore baru pulang sehingga tidak sempat untuk jalan-jalan ke
rumah teman-teman. Maaf ya.... kalau pun rumah teman A saya bisa datangi, tapi
rasanya tidak adil kalau teman-teman yang lain belum saya datangi. Jadi,
seperti merasa tidak adil aja, kalau si A saya datangi, tapi si B dan C tidak.
Jadi daripada cuma satu yang saya kunjungi, mending semuanya tidak sama sekali.
Biar adil.
Tidak terasa jatah liburan sudah
berakhir. Tanggal 2 February saya sudah kembali lagi ke Negara tetangga. Ya
Allah, rasanya malas sekali mau kembali dan meninggalkan Mama dan yang lain.
Kejadian-kejadiian lucu dan mendebarkan
pun turut mewarnai perpulangan saya ke Malaysia. Awalnya saya memang tidak mau
diantar pakai mobil (sewa, punya pak Ateh), saya takut perpisahan dengan air
mata nantinya di bandara sana. Jadi saya mantapkan “caca pulang naik damri aja
mak.” Namun, ayah punya rencana lain, yaitu meminjam mobil pak Ateh dan sewa
supir.
Setelah di telaah, kalau menggunakan
mobil, memang ayah bisa ikutan. Tapi modal terlalu banyak keluar, kan sayang.
Daripada banyak pengeluaran, mending duitnya disimpan dalam pikiran saya. Jadi
hanya Mama yang ikut naik bus Damri sampai Kualanamu dan nanti balik pun dengan
bus yang sama. Jadi hanya mengeluarkan uang Rp.150.000.
Maka,
diambil keputusan bersama, Mama yang mengantar saya dengan bus. Selain itu
karena supir yang untuk membawa mobil pak Ateh belum juga dapat. Singkat
cerita, saya dan Mama sudah sampai di terminal bus Stabat. Tetapi petugas yang
sedang menjaga di situ mengatakan, bahwa saya sudah terlambat, bus sudah
berangkat barusan saja. Dan jika menaiki bus berikutnya maka saya tidak akan
terkejar.
Wah, sudah mulai kalang kabut
mendengarnya. Berbagai cara dan ide diperas untuk mencari jalan keluar. Maka
dengan cepat Mama menelpon Wak doy dan saya menelpon kak Imar. Alhamdulillah
Allah masih menolong saya melalui kak Imar. Jadi akhirnya kami menaiki mobil
pak Ateh dengan sopir kak Imar. Dan ternyata Ayah sudah ikut di dalamnya.
Ya Allah, skenarioMu bernar-benar luar
biasa. Kalau memang sudah takdir uang ingin habis, pasti ada saja jalannya. Dan
kalau memang takdirMu menginginkan perpisahan dengan air mata. Akhirnya itulah
yang terjadi.
Saya memang tidak suka diantar. Karena
bakalan menguras air mata dan kesedihan yang berkepanjangan. Karena saya
melihat wajah Mama dan Ayah yang sedih saat melihat saya turun di ruang tunggu.
Ya Allah, memont yang tidak bisa dihindari.
Masih jelas terlihat, ketika saya turun,
Mama dan Ayah masih melihat saya dari balik kaca di lantai dua. Karena saya tak
ingin lebih sedih, jadi saya suruh beliau cepat-cepat balik, agar bisa cepat
istirahat.
Kesedihan memang selalu membuat hati
sakit.
Selanjutnya, setelah Mama dan Ayah
pulang, saya menunggu di ruang tunggu gate 4. Awalnya merasa biasa saja, tapi
lama kelamaan semakin mencurigakan. Saya sudah menunggu sekian lama, tapi kok
belum ada orang mengantri. Jam menunjukkan lima menit sebelum keberangkatan
saya mulai panic. Saya telponlah kak Imar.
Ya Allah, untung saja saya menelpon
beliau, kalau tidak mungkin saya sudah ketinggalan pesawat. Pasalnya saya salah
masuk ke ruang tunggu. Yang seharusnya saya masih jalan lurus lagi ke depan dan
meng-cop passport. Nasib baiklah...
Dan setelah saya berjalan ke ruangan yang
benar, barulah saya melihat orang sudah ramai mengantri untuk masuk ke pesawat.
Hmmm.... itu benar-benar pengalaman yang
mengerikan setelah sebelumnya saya pernah ketinggalan chek-in tiket pesawat
setelah pesawat take off. Hampir saja terulang kembali.
Alhamdulillah, tiba lagi di Malaysia
pukul sebelasan gitu, dan dijemput agent pukul 12 malam. Kebayangkan gimana
seremnya nunggu tengah malam di bandara orang asing.
Dan setelah beberapa hari kembali ke
sini, rasa rindu itu benar-benar menyiksa hari-hari saya. Ya Allah, semoga saya
dapat berkumpul dengan keluarga saya lagi dengan keadaan yang lebih baik lagi. Aamiin....
Penang; 24 February 2019
0 Response to "EUPHORIA #bagianke3"
Post a Comment
silahkan memberikan masukan dan tanggapan yang sopan ya guys