KISAH PERNIKAHAN ABDULLAH DAN AMINAH

Dok: pixabay.com
Dalam Shirah Nabawiyyah, Ibnu Ishaq mengutarakan, “Setelah itu, Abdul Mutthalib pergi dengan menggandeng tangan Abdullah setelah ia ditebus dengan unta. Ia pergi bersamanya hingga menemui Wahab bin Abdi Manaf bin Zuhrah. Lalu wahab bin Abdi Manaf menikahkan Abdullah bin Abdul Mutthalib dengan putrinya, Aminah.”
Pada saat itu, Aminah belum mengetahui bagaimana nasib Abdullah, yang ia tahu bahwa pamannya akan menyembelih sepupunya.

Lalu, ibunya Aminah, Barrah menceritakan kejadian yang telah terjadi pada Abdullah. Kemudian muncullah ayahnya, Wahab, untuk menyampaikan berita kepada putrinya bahwa “pemimpin Bani Hasyim datang untuk memintamu menikah dengan anaknya, Abdullah.”

Pada masa itu tidak ada pernikahan seperti sekarang, ya dears... jadi tidak ada di riwayat menjelaskan bagaimana sikap Aminah saat di lamar oleh pamannya, dan tidak pula diceritakan bagaimana perasaan Aminah saat itu, yang pastinya kita tahu bahwa pernikahan dan dipertemukan dengan seseorang yang istimewa tentulah hati akan berbunga-bunga.

Kembali pada kisah Aminah dan Abdullah.
Saat Abdul Mutthalib menyampaikan niat mereka untuk meminang Aminah, Abdullah seolah menjadi perebutan para wanita Quraisy. Beberapa wanita Quraisy terang-terangan menawarkan diri kepada Abdullah agar meminang dirinya.

Beberapa wanita tersebut ialah putri Naufal bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai Al-Qurasyiyah. Namun Abdullah menolaknya dengan halus. Kemudian ada Fathimah binti Murr, wanita yang sangat cantik dan menjaga diri. Ia pun menolak wanita tersebut. Berikutnya ada Laila Al-Adawiyah yang juga menawarkan diri pada Abdullah, namun ia pun menolaknya.

Begitulah Abdullah mempertahankan dirinya dari godaan wanita lain demi mengikat janji suci pada Aminah. Sedangkan Aminah hanya berdiam diri di dalam kamarnya, hingga masa pingitan itu berakhir.

Dalam riwayat mengatakan, para wanita Quraisy yang berbondong-bondong menawarkan diri kepada Abdullah agar meminangnya, karena mereka melihat wajah Abdullah bercahaya dan menarik hati kaum wanita mana saja apabila menatapnya. Namun, setelah Abdullah menikahi Aminah, cahaya itu menghilang darinya. Dan wanita yang dulu mengejar-ngejar Abdullah, kini tidak tertarik sama sekali dengan Abdullah.

Tibalah hari pernikahan mereka yang digelar selama tiga hari tiga malam. Setelah itu mereka tinggal berdua di rumah Abdullah yang cukup luas untuk mereka. Seperti diriwayatkan para ahli sejarah, rumah Abdullah memiliki tangga batu yang terhubung hingga ke pintu yang dibuka dari arah utara. Dari depan pintu ke halaman rumah jaraknya sekitar dua belas meter, da lebarnya enam meter. Di dinding kanan rumah terdapat pintu yang mengarah masuk ke ruang tengah. Di dekat ke tembok barat terdapat dipan dari kayu, yang sudah dipersiapkan untuk dijadikan kamar pengantin.

KABAR GEMBIRA
“Di dalam mimpi, ia mendengar seseorang berkata kepadana, ‘Kau mengandung pemimpin umat ini.” (Ibnu Ishaq)

Setelah itu, malam pengantin mereka dihabiskan dengan bercerita dan berbagi kisah hidup satu sama lain.

Tibalah saat perpisahan, setelah melewati hari-hari dengan penuh kebahagian bersama-sama. Abdullah berpamitan kepada istri tercinta ketika seseorang mengumumkan kafilah Quraisy hendak berangkat. Sang istri tentu merasa sedih untuk melepaskan kepergian sang suami. Istrinya gemetar, lalu Abdullah menepuk tangan istrinya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Namun, pada akhirnya Aminah tetap mengizinkan suaminya pergi mengikuti kafilah Quraisy.

Hari demi hari berlalu, malam demi malam berganti, sementara Aminah hanya berada di rumah saja. Ia diseret oleh kesedihan dan mengirimkan hatinya untuk mengikuti jejak sang suami tercinta pergi. Sebulan kepergian Abdullah, Aminah merasa tanda-tanda kehamilan ada pada dirinya.

Diriwayatkan dari Az-Zuhri, ia berkata: Aminah berkata, “Aku mengandungnya. Aku tidak merasakan berat sampai aku melahirkannya.”

Bulan kedua berlalu, tibalah saatnya kafilah Quraisy bersama suaminya untuk pulang kembali. Aminah merasa sangat bahagia dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Namun, lama ia menanti, Abdullah tak kunjung kelihatan. Aminah semakin cemas dan resah, melihat seluruh kafilah telah tiba, namun, sosok sang suami belum terlihat pelupuk matanya.

Aminah mencoba menenangkan pikirannya, mungkin Abdullah sedang bertemu dengan seseorang yang menahannya di sana untuk sementara waktu ketika thawaf di Ka’bah setelah pulang dari perjalanan. Atau mungkin ayanya yang sudah tua itu menghampirinya, sehingga ia tidak bisa berjalan dengan cepat bersama ayahnya demi menjaga kondisinya yang sudah tua. Begitulah Aminah menenagkan pikirannya.

UTUSAN MENUJU YATSRIB
Aminah mendengar langkah kaki mendekati rumahnya. Namun, setelah pintu terbuka, bukan Abdullah yang ia harapkan berdiri di sana, melainkan Abdul Mutthalib yang datang bersama ayahnya dan beberapa orang dari kalangan mereka.

Barakah Ummu Aiman berjalan di belakang mereka sambil tertunduk berusaha menutupi air mata mereka. Lalu dengan berat hati dan sedikit keberanian, Abdul Mutthalib mengatakan, “Abdullah berada di sana, wahai Aminah. Hanya sakit biasa, dan tidak lebih. Rombongannya mengatakan, ‘Kami meninggalkan Abdullah di Yatsirb, di tempat paman-pamannya.’ Aku sudah mengutus saudaranya, Al-Harits, untuk mendampinginya, dan menemaninya dalam perjalanan pulang.’ Maka bersabarlah dan berdoalah untuknya.”

PERGI TANPA PERNAH KEMBALI

Selang beberapa lama. Al-Harits bin Abdul Mutthalib pulang seorang diri.

Ia kembali pulang untuk menyampaikan berita kematian saudaranya yang masih muda itu kepada ayahnya dan istri saudaranya yang masih menjadi pengantin baru. Kematian datang menjemputnya ketika ia berada di antara paman-pamannya dari Bani Najjar. Abdullah dimakamkan di sana sebelum saudaranya, Al-Harits tiba.

Aminah hanya terdiam mendengar berita mengejutkan ini. Mata mongering tanpa bisa menangis. Ia masih tidak percaya atas berita yang baru saja ia dengar. Perasaan akan ketidakpercayaannya atas berita tersebut, membuat Aminah hanya terdiam beberapa hari. Namun, setelah itu, ia menangis ketika ia telah sadar bahwa berita itu benar adanya.

Kini, Aminah telah menjadi seorang janda, meski riasan pengantin di tangannya masih ada.

0 Response to "KISAH PERNIKAHAN ABDULLAH DAN AMINAH"

Post a Comment

silahkan memberikan masukan dan tanggapan yang sopan ya guys

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel