TERLANJUR MEMILIH RUMAH SEKOLAH
Ini sambungan dari tulisan yang sebelumnya. Klik di sini
Jika terlanjur salah memilih sekolah dan jurusannya, kita bisa memilih untuk tetap bertahan di sekolah tersebut dan perlahan belajar menerima kondisi yang telah terjadi.
Belajar menerima, sembari belajar bersabar. Namanya juga penyatuan dua orang yang berbeda. Hal wajar bila ada gelombang ketidakharmonisan. Anggaplah sebagai micin rumah tangga.
Ibarat sayur tanpa garam, hambar. Pun pernikahan. Tak ada pelangi tanpa badai. Demikianlah berumah tangga. Tak ada lautan tanpa ombak. Itulah hidup berpasangan. Ibarat kapal yang berlayar. Akan ada masa dimana kapal akan diterjang ombak.
- GELOMBANG OMBAK
Setelah sekian purnama saling berinteraksi, tentu saja ada kesalahpahaman, dan ketidakharmonisan serta ketidakselarasan.
Setelah setahun berlalu, banyak sekali kesalahan yang saya lakukan terhadapnya. Pernah terpikir untuk menyudahi dan berhenti bersekolah. Merasa tidak cocok dan salah telah memilihnya bersama.
Ya, dua karaktek yang berbeda tentu tak akan mudah menyatu. Seperti air dan minyak. Namun, dapat bersama, dan bukan hal mustahil untuk menyatu.
Awal bersama, saya merasa dia tidak bisa toleransi, sempat tak mendukung cita-cita/ passion saya. Dia tidak suka apa yang saya suka. Jalan pikirannya dan saya pun berbeda. Banyak aturan yang saya rasa terlalu berat untuk mengikutinya (patuh).
Ya, begitulah. Butuh adaptasi dan penyesuaian diri. Kita memang berbeda. Dan awal adaptasi yang sulit dengannya adalah patuh. Karena terbiasa hidup tanpa ada orang yang men-dikte saya.
- ATURAN DAN LARANGAN = KUNO
Seperti di sekolah banyak aturan dari guru; baju harus dimasukkan. Padahal kita merasa lebih keren jika baju dikeluarkan. Sepatu harus hitam. Padahal, sepatu berwarna lebih menarik. Pun saya terhadapnya. Aturannya yang terkadang tak saya sukai adalah hal terberat yang harus saya ikuti.
Seperti murid baru yang sedang beradaptasi dengan aturan sekolah. Sungguh terasa canggung, berat dan butuh waktu.
Memang, aturan guru itu sungguh menyebalkan. Apa yang kita suka, dia larang. Kita ingin itu, tidak boleh. Banyak sekali list aturan yang harus dipatuhi. Sempat berkata dalam hati, kenapa ya suami si A mengizinkan istrinya begitu, sedangkan saya dilarang. Suaminya bolehin istrinya buat itu, sedangkan saya tidak.
Iya. Awal adaptasi menikah yang cukup sulit. Bukan berarti mustahil dilakukan. Hanya butuh waktu. Apalagi untuk tipe semacam saya, yang banyak protes dan egonya. Selalu bertanya, “kenapa?, kenapa? Dan kenapa?”
Pak guru, mohon bersabar ya.!!!
- ADAPTASI MENIKAH
Kini, seiring berjalannya waktu. Semua itu teratasi. Yaitu, dengan saling berkomunikasi dan memahami. Meminta sedikit kelonggaran dan mencari alternatif lain.
Setelah melewati sekian purnama bersama. Saya paham, bahwa semua aturannya adalah kemaslahatan bersama. Bukan dia yang buat aturan tersebut, tetapi dari kepala sekolah (Allah SWT). Yang kelak akan dipertanggungjawabkannya dikemudian hari.
Ternyata, hidup dalam lingkungan sekolah rumah tangga ini banyak sekali pelajaran yang harus dicatat dan dipelajari. Tak hanya tentang ke-uwu-an semata yang harus dipelajari. Tetapi belajar bagaimana bisa bekerjasama antara guru (suami) dan murid (istri) dalam mencapai puncak yang telah kepala sekolah (Allah swt) janjikan dan tetapkan.
Bukankah bersekolah di rumah tangga untuk belajar lebih dalam ibadah dan menyempurnakan ibadah?
- PELAJARAN PAK GURU
Satu hal tentangnya saat menyampaikan materi pelajaran, dia selalu bertanya “untuk apa?”
Iya, untuk apa saya suka “posting di dunia maya?”
“Tidak harus kan, apa yang kita punya di posting. Bukan berarti kita gak punya. Gak posting kebahagian, bukan berarti kita gak bahagia. Gak posting kegiatan bukan berarti kita gak punya kehidupan?”
Auto mikir...!
Untuk apa? Bahkan saya sendiri tak punya jawaban yang tepat.
Kemudian, muncul curhatan teman di sosmed, katanya “sosmed itu ajang pamer.”
Auto mikir lagi...!
Sedikit membenarkan, sih.
Lalu ada teman juga baperan kepada saya yang sedang berbadan dua. Sedangkan dia belum juga. (Ceritanya di sini).
Pak guru bilang, “Makanya kita harus jaga hati orang lain dengan menjaga postingan kita. Bakalan ada orang yang berkecil hati dengan postingan kita saat orang lain melihat hal tersebut belum ia punya.”
Memang, urusan hati tidak lah mudah mengaturnya, bahkan hati sendiri. Apalagi menjaga hati orang lain, sungguh tidak akan bisa.
Ternyata, apa yang dilarang olehnya, perlahan saya mengerti. Meskipun saya mencari pembenaran dan berbagai alasan. Tetap saja, masih berkategori “pamer”.
**semoga saya bisa meluruskan niat ketika memposting gambar atau pun tulisan.**
- KAMU HAL TERINDAH
“Aku dapati kamu, adalah anugrah. Tapi kamu mendapatkan aku, adalah musibah.” Kata Pak Mam.
Terbalik sayang.... justru saya lah yang menjadi musibah bagimu dihadapan Allah kelak, jika engkau tak membimbing istrimu yang masih susah diatur ini. Justru, kamulah anugrah dari Allah untuk saya.
Dilarang dengan apa yang saya sukai memang butuh waktu untuk adaptasi. Tetapi, dibalik semua itu. Ada sisi dimana saya begitu menyayanginya. Dia perhatian, rajin, pekerja keras, apa yang saya mau dan pinta pasti dikerjakannya.
Terlepas dari sikapnya yang melarang ini dan itu. Ia adalah sosok guru, pendamping, teman, dan suami yang sangat baik. Serta menjadi seorang ayah yang begitu peduli dan perhatian bagi anak kami. Dan pastinya, ia melarang demi kebaikan.
- DUNIA PERNIKAHAN TAK MUDAH
Sama halnya ketika kita mulai memasuki dunia sekolah. Ada namanya “OSPEK” atau “MOS”. Masa untuk berkenalan dengan lingkungan sekolah, orang-orang di sekitar dan sebagainya.
Bukan berarti dengan pacaran ya.
Kini, saya sadar. Dia begitu keren. Dia hebat. Dia adalah pelengkap diri saya yang masih banyak bodohnya. Dia sosok yang menambal celah-celah kefakiran ilmu saya. Dia sosok keberuntungan dunia dan akhirat saya.
Terimakasih Pak Guru Imam
0 Response to "TERLANJUR MEMILIH RUMAH SEKOLAH "
Post a Comment
silahkan memberikan masukan dan tanggapan yang sopan ya guys