PENTINGNYA POSTPARTUM DOULA YANG HANDAL PASCA PERSALINAN

  • Keputusan Bersama Untuk Mandiri
Saat memutuskan untuk tidak merepotkan orangtua mengurus keperluan semasa hamil dan pasca lahiran, serta menetap tinggal di tanah rantau. Adalah keputusan paling berani yang pernah saya ambil —saat terpikir detik ini.

Jauh sebelum menemukan jodoh, saya memang tak ingin merepotkan orang tua lagi, baik ibu sendiri maupun mertua. Sebab, mereka sudah cukup lelah merawat kami dulunya.

Kini, ketika menjalani keputusan untuk mandiri setelah berkeluarga. Ada rasa luar biasa. Saya tahu rasanya bagaimana perjuangan seorang ibu membesarkan anaknya. Mungkin kalau pasca lahiran saya dibantu orangtua, mungkin rasa empati dan kagum ini tak akan muncul.

Memang, saya dan suami tidak tahu banyak hal tentang kondisi pasca melahirkan seperti apa, merawat bayi bagaimana. Pun perawatan diri sendiri pasca persalinan, kami belum tahu. Karena itu pula banyak sekali saran dari pihak saya dan suami menyarankan untuk lahiran di rumah orang tua (di kampung halaman).

Tapi saya menolak, sebab keputusan saya sudah bulat. Meskipun minim pengetahuan, nyali dan semangat saya tetap kokoh. Sebab, saya ingin belajar mandiri. Toh seiring bertambahnya hari, semua bisa diatasi.

MENGHINDARI TRADISI JADUL

Salah satu pemicu semangat saya untuk mandiri semasa hamil, ialah agar terhindar dari kebiasaan-kebiasaan orang tua zaman dulu tentang kehamilan. Seperti; membawa gunting dan bawang putih, tidak boleh melilitkan handuk di leher, dsb.

Selain itu, kebiasaan orang tua zaman dahulu pasca melahirkan (bagi yang normal) banyak sekali atribut yang harus digunakan dan dilakukan oleh ibu baru. Contohnya;

  1. Memakai pilis di dahi dan tidur harus bersandar (tidak boleh baring). Tujuannya agar darah putih tidak naik ke mata.
  2. Memakai tapal perut; kapur sirih dan jeruk nipis, atau param. Tujuannya agar tetap langsing. Lalu dililit dengan bengkong.
  3. Ada juga namanya berganggang (duduki batu panas), agar darah kotor kita cepat kering. Peranakannya bersih.
  4. Berlulur dengan param, cebok dengan rempah atau yang instan (serbuk mutiara).
  5. Minum jamu rempah ratus.
  6. Makan tidak boleh nasi berkuah (hanya sayurnya dimakan, lalu kuahnya diteguk seperti minum air, tidak boleh toge, labu dan kol. Buah pun tidak boleh; pepaya, semangka (yang mengandung banyak air).
  7. Dan sederet peraturan orang zaman dulu pasca melahirkan.
Terlebih lagi, jika bayi saya lahir di sana. Pasti lebih banyak lagi aturan zaman dulu yang akan diterapkan kepada anak saya. Seperti;
  • Ari-ari atau plasenta bayi harus di beri rumah (atap) dan diletakkan api di atas kuburannya. Agar bayi tetap merasa hangat dan tidak rewel.
  • Setiap sore (menjelang maghrib) ubun-ubun bayi harus dikasi kunyit bunglai, agar tidak diganggu setan.
  • Kaki bayi harus diluruskan jika membedongnya. Agar tidak leter O/ X.
  • Perut bayi harus di tapal (kasi daun kunyit muda/ daun jarak), lalu di panggang sebentar di api, kemudian tempel/ tapal di perut bayi. Agar tidak mudah sakit perut, tidak masuk angin, apa yang ibu makan tidak akan berpengaruh ke bayi, dan pup nya tidak cair.
  • Baju bayi tidak boleh direndam lama-lama. Nanti masuk angin.
  • Tali pusat bayi harus disimpan. Tujuannya untuk obat bayi bila suatu hari sakit/ demam.
  • Meletakkan gunting dan bawang putih di bawah bantal bayi, agar tidak diganggu.
Subhanallah..... Masya Allah... Astaghfirullah...

Sungguh berat dan ribet sekali jika harus mengikuti hal-hal yang tidak membawa manfaat dan sesuai syariat Islam, kan?

Meskipun kita bisa menolaknya. Tentu akan ada selisih paham jika terus menerus bersinggungan dengan ilmu zaman dahulu. Apalagi orang tua hatinya sensitif kan?

Oleh karena itu, saya ingin menghindari hal tersebut. Dengan menetap di Banda Aceh. Walaupun orang tua kami masih bisa mengatakan hal-hal di atas via telpon. Setidaknya kami tidak terlalu berdebat panjang. Cukup kami berkata “iya”, masalah selesai. Dilakukan atau tidak, mereka tidak akan tahu, kan.

REALITA PASCA PERSALINAN

16 September 2020, hari spesial tiba. Hari dimana anggota baru hadir ke dunia. Masih banyak persiapan yang belum kami rampungkan. Tapi tak masalah. Masih ada hari berikutnya.

Semenjak hari itu, kami resmi menjadi orang tua. Berganti gelar Abah dan Ummah. Dan perjuangan baru dimulai.

Keputusan untuk mandiri mengurus bayi, tanpa campur tangan orang tua kami, tentu bukan hal mudah bagi kami yang masih awam. Yang benar-benar nol pengalaman.

Qadarullah... meski kedua orang tua kami ingin sekali membersamai saya mengurus bayi di Banda Aceh. Ada hal tak terduga yang terjadi.

  • Pertama, ketika Mama saya ingin datang ke Banda Aceh. Sebulan sebelum saya lahiran. Mama dan Ayah mengalami kecelakaan motor. Kaki Mama patah dan 16 jahitan di tempat yang sama. Sedangkan Ayah, mulus tanpa cacat.
  • Kedua, mendengar berita tersebut. Mama mertua yang berniat mengambil alih. Namun, niat mertua saya terhalang karena Ayah mertua pun mengalami kecelakaan motor. Dan mengalami 4 jahitan di dahi.

Masya Allah... kan??? Allah benar-benar mendukung niat kami untuk hidup mandiri. Tetapi jujur, keinginan untuk mandiri bukanlah seperti ini yang saya mau. Bukan terhalang musibah. Namun, jika menurut Allah ini yang terbaik, pasti ada hikmah dibalik peristiwa ini. Aamiin.

Hari itu, Rabu malam. kami berjuang bersama untuk dapat bertemu fisik di dunia. Alhamdulillah Allah mudahkan segalanya.

Malam itu, saya masih speechless dengan kondisi pasca persalinan. Tak banyak yang bisa saya perbuat. Bahkan membedong dan menggendong bayi yang berusia 0 bulan pun saya tak bisa. Terlebih lagi suami saya. Hahaha.

Setelah itu, kebingungan selanjutnya bertubi-tubi menghajar saya. Mulai dari cara menyusui —yang belum keluar ASInya, panik karena bayi belum bisa mengisap, dan cara pelekatan mulut bayi saat menyusui pun tak kunjung bisa —selama 4 hari.

Akhirnya, realita sesungguhnya pun membuat saya babak belur. Hingga terjangkit baby blues.

Lantas apa hubungannya dengan POSTPARTUM DOULA?

POSTPARTUM ialah kondisi pasca melahirkan, dan DOULA ialah teman.

Nah, bagi pasangan halal yang ingin berjuang pasca melahirkan secara mandiri, tak ada yang salah dan bukan hal yang mustahil. Tetapi, sejatinya kita memang butuh DOULA —teman.

Suami memang bisa diandalkan. Tetapi bukankah suami juga punya pekerjaan lain? Dan tak hanya untuk sekedar teman berbagi tugas rumah dan mengurus bayi. Lebih dari itu yang dibutuhkan ibu baru.

Mengapa?

Kondisi pasca persalinan, baik sesar maupun normal keduanya butuh perjuangan, tenaga, pengorbanan, rasa dan air mata.

Hubungannya?

Semuanya menguras fisik sang ibu baru. Tak hanya fisik, mental pun ikut terkikis. Dan memasuki kehidupan baru juga perlu tenaga untuk beradaptasi.

Pada banyak kebiasaan masyarakat kita —terutama di lingkungan saya— pasca persalinan. Begitu banyak aturan —di Banda Aceh pun demikian— karena bertetangga sama kaum senior. Padahal seharusnya ibu baru itu butuh support system, bukan menjelaskan aturan yang tidak berdasar ilmu medis ataupun syariat —seperti di atas.

Dan pengalaman saya mengajarkan bahwa POSTPARTUM DOULA itu sangat penting dan harus ada. Suami memang bisa diandalkan. Tetapi beliau juga ada batasnya kan?

Alhamdulillah, banyak bantuan yang berdatangan kala itu;

  • Memandikan bayi (saat belum putus pusatnya) karena kami juga takut dengan pusat bayi. Hahaha takut si bayi kesakitan.
  • Mencucikan pakaian (terutama pakaian si bayi). Karena kami tidak menggunakan pempers, maka banyak sekali pakaian kotor. Apalagi bayi yang baru lahir, pasti sering pipis dan pup.
  • Kakak sepupu juga sesekali melihat kondisi saya, masakan makanan, dan menggendong bayi ketika saya lelah.
Nah, support system ini yang menurut saya tak cukup dari suami. Dan terkait mental, ibu baru butuh sandaran untuk meluapkan emosinya serta berbagi apa yang ia rasakan.

Mungkin bagi ibu baru yang lain bisa saja mengkondisikan kewarasannya. Namun saya tidak atau belum pada saat itu. Bagaimana tidak, saya yang berjuang untuk terus pumping agar ASI saya tetap berproduksi meskipun bayi saya belum pintar dbf (nenen langsung). Ketika si bayi tidur, saya tak lantas bisa beristirahat. Kerjaan mem-pumping harus dilakukan, agar ketika si bayi bangun. ASI-nya sudah ada di botol. Begitulah seterusnya berhari-hari.

Selanjutnya, saat saya mulai bisa dbf, si bayi justru nyaman sekali tidur di pangkuan saya. Dan apabila di letakkan, dia terjaga. Malam pun demikian, ketika di pangku ia tidur, saat di letakkan ke tempat tidur ia terbangun. Akhirnya istirahat saya pun terganggu. Belum lagi drama si bayi yang nangis tiba-tiba sampai kejer (kolik). Siangnya ingin di gendong terus.

Bayangkan, bagaimana ibu baru seperti saya beraktivitas di pagi hari jika malam saja tidak tidur. Alhamdulillah-nya suami lah yang begitu memahami saya.

Jadi, untuk pengalaman selanjutnya mungkin kami bisa lebih mempersiapkan diri lebih ekstra lagi untuk anak kedua jika harus mandiri.

Dan bagi calon Ayah Bunda, tetap menjaga kewarasan itu yang penting, tenang dan rilex.

Eh, saya kala itu memang sudah tidak waras. Saat bayi kolik, saya justru ikut nangis. Saat bayi tidur, justru saya menjauh. Kewarasan saya emang sudah hilang pada saat itu.



Nah, calon bunda persiapkan segalanya ya.

Sekian sharing-nya. Nanti lanjut di Part berikutnya.


Tj. Beringin, 5 Februari 2021

0 Response to "PENTINGNYA POSTPARTUM DOULA YANG HANDAL PASCA PERSALINAN "

Post a Comment

silahkan memberikan masukan dan tanggapan yang sopan ya guys

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel