PROSES SAPIH ASI BABANG ZAID DI USIA 21 BULAN
Hari itu, tanggal 15 Juni 22. Kami mendapatkan kejutan dari Allah, kabar buruk yang sekaligus mendatangkan kesedihan seluruh keluarga. Ya, Mama mertua saya, telah pulang ke sisi Allah SWT.
Mungkin karena kami tinggal berjauhan, atau kami memang jarang menelpon. Entahlah, sehingga kami tak mendengar sedikitpun keluhan Mama akan sakitnya. Bahkan, kami mendengar sakitnya hanya sehari sebelum beliau pergi.
Waktu itu, sehari sebelum Mama wafat. Abah panggilan mertua saya hanya mengabarkan pada Pak Mam, bahwa Mama sedang sakit demam. Tak selera makan. Tak berapa lama kami hubungi kembali Abah.
"Cemana Andong Zaid tadi, udah baik, perlu Imam pulang, Bah?"
"Udah, udah mau makan Mamakmu ni. Tengok dulu lah keadaan sampe besok."
Karena mendengar saran Abah demikian, Pak Mam melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Hingga malamnya pun ia sudah dijadwalkan oleh bosnya untuk ke luar kota besok pagi. Dan qadarullah... Uang akomodasi dari kantor begitu cepat cair. Yang biasanya selalu lambat.
Sementara di kampung, kabarnya kakak ipar (anak pertama Abah dan Mamak) membawa Mama ke RS Medan. Kalau tak salah, rombongan tiba di RS pukul 12 malam, dan langsung serangkaian pemeriksaan dilakukan.
Malam itu juga saya merasa gelisah. Bukan karena Mama mertua masuk RS, tapi saya tak tahu apa penyebab hati dan pikiran saya kala itu tidak bisa tidur dan tubuh serba salah saat berbaring.
Saya mencoba membangunkan Pak Mam dengan niat untuk mengobrol sebentar, karena saya memang tak bisa tidur hingga pukul 1 dini hari. Padahal seharian sudah sibuk dan tak ada jatah tidur siang lagi. Tapi, memang waktu itu saya tidak bisa tidur. Namun tak juga terpikir hubungan ini ada kaitannya dengan Mama mertua.
Karena Pak Mam tak bisa diajak diskusi (sudah tepar) maka mau tak mau saya pun mencoba memejamkan mata. Tapi tak bisa. Tiba-tiba, suara HP Pak Mam berdering di atas lemari. Saya hampiri handphone Pak Mam. Ah, temannya. Batin saya. Lalu membangunkan Pak Mam agar ia mau mengangkat telepon dari temannya itu. Barangkali ada sesuatu yang penting. Sebab, saya tahu istrinya dalam kondisi pasca persalinan.
Khawatir memang, jika ada siapapun yang menelpon di tengah malam seperti itu. Tapi entah kenapa, Pak Mam mengalami kantuk yang berat. Ia pun tak larat lagi mau mengangkat telepon. Sementara saya memang tidak diizinkan mengangkat telepon dari teman laki-lakinya.
Mama Mertua Pergi Dengan Indah
Saya tak mengenal beliau sebelum menjadi ibu mertua saya. Dan saya pertama kali melihatnya saat beliau memasangkan cicin khitbah di jari manis saya.Ya Allah.... Beliau adalah ibu kedua saya yang tidak ada hubungan darah dengannya, tapi ia sama seperti ibu kandung saya. Dia tidak pernah marah, tidak pernah banyak ngatur, tidak pula memaksakan saya harus begini dan begitu. Beliau, ibu terbaik.
Pernah ketika saya merasa capek dengan kerjaan sebagai IRT. Lalu Mama bilang, "Mama dulu nyuci baju pun di belakang sana. Ke sungai dulu bawa orang ni (anak-anaknya). Mana ada kayak jaman sekarang, udah enak lah." Iya, disitu saya menyadari, kalau lelahnya wanita zaman sekarang tidak seperti Mama membesarkan kami. Begitulah cara beliau membuka mindset saya.
Dan sungguh, takdir Allah itu benar-benar indah, sesuai dengan kebutuhan hamba-Nya. Termasuk saya. Dengan berjodohnya saya dengan Pak Mam, sebenarnya Allah sedang mengisi kekosongan pada part-part hidup yang dulu saya inginkan. Sebuah gambaran keluarga bahagia nan sederhana.
Jujur, sejak kecil saya memimpikan rumah yang tenang dengan orang-orang yang di dalamnya banyak bercengkrama hangat. Namun tidak dengan rumah saya, yang kalau itu sering diisi dengan pertengkaran. Baik dari orang tua maupun saya dan saudara-saudara saya.
Jadi, saat saya hadir di keluarga Pak Mam, hati saya terenyuh, batin saya berbisik; inilah jawaban atas doa yang dulu saya langitkan. Allah kasi saya keluarga baru, yang nyaman dan sederhana. Tak ada kata-kata kasar di dalamnya, tak ada suara tinggi menakutkan seperti di rumah saya.
Ya Allah.... Terimakasih telah Engkau hantarkan saya pada keluarga yang bersahaja. Dari Mama dan Abah mertua, saya belajar banyak;
- Pertama: Utamakan Pendidikan. Abah orangnya gigih dalam bekerja. Terbukti dengan ke-3 anaknya lulus perguruan tinggi. Beliau lebih mengutamakan pendidikan dibandingkan kehidupan pribadinya. Seperti rumah dan kendaraan, itu bukan hal yang penting.
- Kedua: Mengutamakan Ibadah. Kata Pak Mam, Abah tuh marah kalau kami gak sholat. Dan memang terbukti, Abah selalu di awal waktu pergi ke masjid. Dan begitupun anak-anaknya.
- Ketiga: Dari Mama saya belajar, keistiqomahan. Meski dengan keterbatasan (karena sudah lanjut usia) beliau tetap gigih pergi ke masjid.
- Keempat: Mama orangnya gak banyak ngeluh. Gak pernah cerita sakitnya. Rajin bersilaturahmi, senang berbagi. Ringan tangan. Masya Allah Ta barakallah.
Dan masih banyak lagi. Hingga pada akhirnya Allah pun memanggilnya dengan mudah. Beliau tidak memberatkan anak-anaknya. Beliau pergi dengan indah. Begitu singkat. InsyaAllah husnul khotimah.
Alfatihah buat Mama mertua saya ya.
Nur Khalisah Binti H. M. Soed.
Perjalanan Pulang Kampung.
Qadarullah... hari itu, 15 Juni setelah dirawat di RS pukul 12 malam. Lalu pukul 3 dini hari Mama telah berpulang ke sisi Allah.
Pagi-pagi sekali Pak Mam berniat terbang ke Medan melalui jalur udara. Dengan bantuan kakak sepupunya, ikut mengantarkan ke bandara, agar lebih cepat dibandingkan naik taksi. Namun sampai di bandara, tiket jam 7 pagi tidak ada. Hanya bisa pukul 10 dan tidak akan cukup waktunya sebelum Mama dikebumikan.
Akhirnya kami memutuskan rental mobil. Ini ide pertama saya, sebab kalau naik pesawat, saya gak bisa ikut. Hanya Pak Mam yang pulang. Tapi kalau sewa mobil, meski tidak tepat waktu setidaknya pulang bersama. Dan qadarullah... Kakak sepupu beserta anggota keluarganya juga bisa ikutan.
Maka, kami ambil opsi ke-2. Sewa mobil. Berangkat pukul 10 pagi. Dan selama diperjalanan, tentu saja ada kejadian seru; mulai dari saya yang mabok (muntah), lemas tak bertulang rasanya. Lalu saat berhenti makan di daerah Bireuen. Mobil kami (kaca spion kanan) di senggol oleh ambulan. Boom! patah. Untungnya masih bisa di pasang, bukan hancur berkeping-keping gitu.
Selanjutnya, waktu Isya tiba di daerah Brandan. Provinsi Sumut. Ban mobil bocor. Nasib baiknya proses penggantian ban cadangan diberi kemudahan. Tapi karena khawatir akan mengalami kejadian yang sama, kami tempel-lah ban yang bocor tadi terlebih dahulu. Sebab perjalanan masih jauh. Kurang lebih 6-7jam lagi.
Setelah itu, tibalah kami di daerah Binjai, jalan menuju kampung Pak Mam. Ternyata supir (suami kakak sepupu Pak Mam) salah arah. Karena petunjuk arahnya gak berfungsi (baca; Pak Mam ketiduran).hahaha... Maklum, sudah tengah malam, suami kakak juga tidak hafal jalan. Lalu, berikutnya Pak Mam tidur, alhasil salah jalur lagi. Wkwkwkw... Hingga akhirnya perjalanan kami tiba pukul 3 dini hari.
Dan sudah pasti kami tidak bisa beremu dengan Mama untuk yang terakhir kalinya. Selepas sholat dzuhur, jenazah Mama sudah dihantar ke peristirahatan terakhir. :(
Sesampainya di sana, pukul 3 dini hari . Suasana rumah sudah berbeda. Keluarga Pak Mam (adik dan kakak Mama) tidur di rumah dengan wajah sembab dan pilu. Suasana kala itu begitu sangat memilukan hati.
Babang Zaid Sudah Di Sapih
Masaya Allah... Alhamdulillah.... Tidak ada drama untuk saya saat menyapih Babang Z. Kebanyakan Bunda yang pernah cerita atau yang saya baca sendiri pengalamannya saat menyapih anaknya, akan ada drama pembengkakan payudra.
Alhamdulillah saya tidak. Biasa aja. Dan proses sapihnya juga tidak pake alat apapun.
Tapi, jauh sebelum usia 21 bulan. Babang Z sudah di sounding (kasi tahu) di usia 1tahun. Cerita ke anak kalau dia akan di sapih. Dan dari info yang saya dapatkan, sounding ke anak dengan mengatakan hal yang konkret.
Misalnya, waktu Zaid naik sepeda, Masya Allah... Zaid dah bisa naik sepeda nih, artinya sebentar lagi Zaid udah gak nenen lagi ya. Atau dari pengalaman ibu yang lain. Saat anaknya usia satu tahun dihadiahi tiup lilin (kita muslim gak boleh ya) hehehe. Jadi ibunya bilang, "nak, ini tiup lilin adek yang pertama, nanti kalau tiup lilin yang kedua, adek udah gak nenen lagi ya."
Jadi, apapun bisa kita sounding-kan tetapi buat kejadian yang konkret.
Berikutnya, durasi menyusui dikurangi. Babang Z di usianya 13 bulan sudah tidak nyusu di siang hari. Jadi tidurnya gimana? Pakai ayunan. Opsi ya buat parents lain. Meskipun katanya ayunan ada dampak negatif-nya, tapi saya rasa lebih banyak manfaatnya buat saya. Hehehe. Jadi ayunan buat anak tidur lebih lama, 1,5 jam - 2 jam saat tidur siang.
Lalu di usianya 15 bulan kami coba Babang Z tidur malam tanpa ASI. Kadang bisa, kadang gak. Hehehe.. Gak apa-apa, kan latihan.
Qadarullah.... Ketika pulang kampung saat Mama mertua meninggal, Babang Z tidak minta ASI seharian. Dan saya pun inisiatif untuk tidak mengingatkannya. Jadi beberapa hari ia tidak nenen, dan kalau tidur malam dia digendong Abahnya. Dan kalau tengah malam bangun kami kasi air putih.
Setelah sepekan tidak nenen, Babang Z seperti ingin balik lagi minta. Dan di situ ia mulai rewel. Tapi kalau dikasi makan dan beraktivitas lain. Itu bisa teratasi.
Jadi, saat anak sudah mulai lupa dengan bestie-nya. Parents bisa kasi anak makan lebih banyak (porsi ditambah) dan lebih sering (kasi cemilan sehat). Sebab, setelah di sapih ia akan tahu kenyang dan lapar. Babang Z gitu, dia lebih sering minta makan dan minum air putih.
Alhamdulillah.. . . Setelah sebulan pasca penyapihan Babang Z BB-nya naik 500gram. Masya Allah Ta Barakallah.. . .
Banda Aceh, 3 Agustus 2022

0 Response to "PROSES SAPIH ASI BABANG ZAID DI USIA 21 BULAN"
Post a Comment
silahkan memberikan masukan dan tanggapan yang sopan ya guys