PERJALANAN BATIN #2



Mereka bilang, “cadarkan gak wajib”.

Yah, memang bukan hal yang wajib, tapi saya tidak mengerti harus bagaimana menjelaskannya. Yang saya rasakan adalah di lingkungan sekarang ini membuat saya tidak nyaman, kebanyakan lelaki asing (Nepal) yang menganggap semua perempuan itu sama, karena sebagian dari lelaki Nepal itu berhasil mengait (memacari) wanita muslim. Sehingga mereka beranggapan semua yang pakai tudung itu sama (tudung hanya formalitas saat kerja).

Awalnya saya menggunakan masker kain yang saya bawa dari Indonesia. Pun disebabkan dari teman saya (kebetulan nama kami sama), dia juga sering pakai gamis dan khimar kalau ke Kilang. Jadi karena saya melihat ada yang sejalan, membuat saya bersemangat untuk terus bertahan dan istiqomah menggunakan masker.

Hari demi hari berlalu, hingga bulan demi bulan. Kini teman saya sudah tidak menggunakan masker dan terkadang jilbabnya juga kecil. Serta yang saya tahunya dia sudah menggunakan cadar, tetapi sudah tidak lagi.

Itu membuat saya jadi kurang semangat juga sih, tetapi saya masih mempertahankan kebiasaan masker kain saya itu. Namun, rasanya sulit jika memakai masker itu untuk keluar jalan-jalan; makan dan  minum. Tetapi Insya Allah saya masih istiqomah menggunakan masker ke tempat kerja.

Dan sebelum meminta izin sama orangtua saya, saya sudah lebih dulu memakainya, tetapi hanya ingin merasakan seperti apa bercadar  di Negara ini. Awalnya menjadi pusat perhatian dan ribet makan. Kemudian memutuskan untuk menanggalkannya.

Dan kini, saat kejadian mama itu, rasanya saya menemukan kenyamanan. Saya tidak peduli orang melihat saya seperti ninja.

Yah, saya dipanggil NINJA. Kejadian ini pernah saya alami, lelaki Nepal di sebelah rumah saya ini memang selalu memperhatikan saya, di tempat kerja dan di rumah. Dan kebetulan pas saya ingin ke kedai dan mampir untuk main bola dengan teman, dia memanggil dengan kata “NINJA”.  Jadi saya spontan berkata, “you gila”. Dia membalas, “ada ka muslim cakap macam tu”. Jleb... itu menampar hati saya. Benaran, itu buat saya deg-degan dan speechless.

Kemudian saya harus cari kata yang bisa membalasnya, “you cakap macam tu, mindset you tak ok”.[1] Lantas dia diam dan sampai saat ini dia tidak pernah menegur saya lagi. Lelaki itu memang sudah lama buat saya geram dengan tingkahnya. Pertama; saat berselisihan jalan di tempat kerja, dia terus memperhatikan saya dari jauh hingga berdekatan dan berselisih jalan (saya masih pakai facemask kerja). Dia bercerita pada temannya (bahasa Nepal) yang saya tidak mengerti, tetapi saya hanya paham dia mengatakan kata INDONESIA dan terus melihat saya.

Kezeeellllll nggak sih....!!!

Dan setelah kejadian itu, dia sok-sok ramah, memanggil saya, “Nisya” (kebetulan ada nametag di punggung baju saya). Saya hanya respon, “iya”.  Dan barulah terasa melampau sikapnya dengan memanggil saya “ninja” beberapa kali, tetapi tidak saya hiraukan. Hingga saat kejadian itu saya membalasnya.

Rasanya memang tidak aman dengan pemikiran lelaki kafir di sekitaran lingkungan sini. Semenjak mereka tahu saya memakai cadar (Malay; purdah), siapa pun tidak pernah memanggil saya. Namun ada juga yang iseng, tetapi sebagian saja (lelaki Melayu). Dan beberapa lelaki Nepal teman kerja saja.

Jadi, kalalu saya merasa aman dengan pakaian ini, kenapa saya harus melepasnya. Serta dengan pakaian ini, saya lebih mengontrol prilaku saya. Misalnya takut latah. Maksudnya latah di sini; ada beberapa orang (muslimah) yang awalnya mengatakan tidak ingin dekat-dekat dengan lelaki Nepal, tetapi akhirnya dia memutuskan untuk pacaran dan melepaskan jilbabnya.

Ya Allah, semoga Engkau lindungi hamba dari kesalahan dan kebodohan diri hamba. Dan semoga Engkau lindungi hamba dari kejahatan golongan jin dan manusia.

Dan terkadang, saat ada niat yang tidak baik, saya balik lagi bercermin pada pakaian yang saya kenakan sekarang (purdah), sehingga melunturkan niat saya untuk berbuat yang menyimpang. Semoga pakaian ini juga menjaga saya dari akhlak yang tidak baik.

Oya, untuk cadar ini, saya belum tahu apakah akan berlanjut hingga ke Indonesia (kampung halaman) nanti atau tidak. Do’akan ya dears.... agar bisa istiqomah.

Oh ya, ada lagi pengalaman saya ketika pertama kali menggunakan cadar dengan bepergian jarak jauh, jauh sekali. Next part ya.....

Setelah kejadian itu, rasanya saya ingin melepaskannya kembali, dan berniat untuk membayar kafarat atas janji-janji saya pada Allah.

Bagaimana menurut kalian??



Batu Kawan, 11/ 04/ 2019.



[1] Itu bahasa melayu yang campur-campur. Kebanyakan warga asing bahasa melayunya kebalik-balik dan campur dengan broken english.

0 Response to "PERJALANAN BATIN #2"

Post a Comment

silahkan memberikan masukan dan tanggapan yang sopan ya guys

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel