IBU ISA; MARYAM BINTI IMRAN
“(Ingatlah), ketika para malaikat berkata, “Wahai Maryam! Sesungguhnya Allalh memnyampaikan kabar gembira kepadamu tentang sebuah kalimat (firman) dari-Nya (yaitu seorang putra), namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat, dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).” (Ali Imran: 45)
Kisah ibunda Maryam dalam kitab suci Al-qur’an sangat terkenal dikalangan kita. Karena kisah Maryam tidak sama dengan kisah ibu-ibu lainnya di muka bumi ini. Bahkan tidak sama dengan ibu-ibu pada jaman dahulu. Meskipun berbeda kisah hidup Maryam dengan kisah ibu-ibu lainnya; ibu Musa, ibu Ismail dan ibu Muhammad. Maryam tetaplah seorang wanita yang dapat merasakan; mengandung, melahirkan, mendidik dan melindungi anaknya kelak. Seperti wanita pada umumnya.
Sosok wanita yang telah dipilih Allah untuk menjadi ibu dari sorang Nabi yang kelak akan terpandang pada masanya. ialah wanita yang terjaga kesucian dan kehormatannya dari lelaki manapun. Maryam adalah sosok wanita yang tumbuh besar di tengah keluarga yang taat beragam dan bertakwa, dari seorang ayah yang alim; salah seorang yang terpandang dalam kaumnya, Bani Israil. Dari seorang ibu yang taat pada Tuhannya. Lalu sang ibu bernazar kepada Allah saat dia mengandung dan mengatakan untuk mengibahkan anak yang ada dalam kandungannya sebagai perlayan rumah ibadah.
Firman Allah dalam Al-qur’an:
“(ingatlah), ketika istri imaran berkata, ‘Ya tuhanku, sesunggunya aku bernazar kepadaMu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadai hamba yang mengabdi (kepdaMu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh, Engkaulah yang Maha mendengar, Maha Mengetahui.’ Maka ketika melahirkannya, dia berkata, ‘YA Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan,’ padahal Allah lebih tahu apa yang dia lahirkan, dan laki-laki tidak sama dengan perempuan. ‘Dan aku memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindunganMu untukny dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk.’ Maka Dia (Allah) menerimanya dengan penerimaan yang baik, membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik dan menyerahkan pemeliharaanya kepada Zakaria. Setiap kali Zakaria masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia dapati makanan di sisinya. Dia berkata, ‘Wahai Maryam! Dari mana ini engkau peroleh?’ Dia (Maryam) menjawab, ‘Itu dari Allah.’ Sesungguhnya Allah memberi reseki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan’.” (Qs. Ali Imran 35-37)
Ketika ia masih kecil, ayahnya, Imran, telah meninggal dunia. Yang pada akhirnya menjadikan perselisihan terkait siapa di antara pihak keluarga yang akan mengasuh Maryam. Lalu mereka membuat undian, hingga akhirnya undian itu jatuh kepada Zakaria, sumai dari bibi Maryam, sehingga pengasuhan selanjutnya diemban oleh Zakaria.
Maryam melalui masa kecilnya di mihrab sebagai ahli ibadah dan pelayan tempat ibadah untuk memenuhi nazar ibunya. Sampai akhirnya Allah memilihnya di antara seluruh wanita yang ada di muka bumi ini. Kemudian Allah tiitpkan sebuah rahasia besar kepadanya, yaitu seorang putra yang akan terlahir dari rahimnya.
Kabar itu disampaikan melalui malaikat Jibril (penyampai wahyu) yang telah Allah perintahkan untuk memberitahukan kepada Maryam tentang hal besar yang akan terjadi padanya. Lantas kabar itu membuat Maryam terkejut dan berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak laki-laki, padahal tidak pernah ada orang (laki-laki) yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezina!” Dia (Jibril) berkata, “Demikianlah, Tuhanmu berfirman, “Hal itu mudah bagi-Ku dan agar Kami menjadikannya suatu tanda (kebesaran Allah) bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu urusan yang (sudah) diputuskan”.” (Qs. Maryam: 20-21)
Lalu dengan ikhlas ia menerima takdir dan ketentuan yang telah ditetapkan untuknya. Setelah ia mendapatkan berita tersebut, ia merasakan adanya janin yang bergerak-gerak di dalam rahimnya. Betapa bingung perasaannya tentang bagaimana penilaian kaumnya terhadap dirinya. Yang mereka tahu bahwa Maryam adalah sosok wanita suci dan terhormat di kalangan mereka, namun ia akan melahirkan anak tanpa menikah dan tidak pernah disentuh oleh lelaki serta ia bukan seorang pezina.
Maryam memutuskan untuk pergi dari kaumnya menuju sebuah lembah milik para pengembala yang telah ditinggalkan pemiliknya. Lalu ia merasa kesakitan dan bersandar pada pangkal pohon kurma yang ada di sana dan kemudian ia pun melahirkan.
“Kemudian rasa sakit akan melahirkan memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (Maryam) berkata, ‘Wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan, ‘Maka dia (Jibril) berseru kepdanya dari tempat rendah, ‘Janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu. Maka makan, minum dan bersenang-hatilah engkau. Jika engkau melihat seseorang, maka katakanlah, ‘Sesungguhnya aku telah bernazar puasa untuk Tuhan yang maha pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapapun pada hari ini.’ Kemudian dia (Maryam) membawa dia (bayi itu) kepada kaumnya dengan menggendongnya. Mereka (kaumnya) berkata, ‘Wahai Maryam! Sungguh, engkau telah membawa sesuatu yang sangat mungkar. Wahai saudara perempuan Harun (Maryam)! Ayahmu bukan seorang yang buruk perangai dan ibumu bukan seorang perempuan pezina’.” (Qs. Maryam: 23-28).
Setelah Maryam melahirkan putranya, ia memutuskan untuk kembali lagi ke tempat di mana ia dulu tumbuh besar. Maryam kembali pada kaumnya sambil menggendong putranya yang diberi nama, Al-Masih Isa.
Kedatangannya dengan membawa seorang bayi, sontak menambah ujian yang harus dihadapinya setelah melewati masa-masa mengandung dan melahirkan seorang diri. Cacian dan hinaan yang tentu akan ditujukan padanya karena telah melahirkan seorang bayi tanpa seorang laki-laki.
Di sebuah riwayat menerangkan bahwa Maryam membawa anaknya ke Mesir demi menyelamatkannya dari tipu daya dan gangguan yang akan mengancap keselamatan anaknya. Maryam kemudian tinggal di Mesiir selama dua belas tahun, bekerja menyulam kain dan memungut sisa-sisa bulir gandum yang terjatuh dari para pengetam. Ia lakukan itu sambil menggendong putranya.[1]
Dalam kesendiriannya mengurus sang buah hati, Maryam tidak pernah mengeluh dan bersedih hati. Ia tetap menjalankan tugasnya sebagai ibu yang bertanggung jawab atas amanah yang telah Allah titipkan kepadanya. Sikap tanggung jawabnya ia tunjukkan dengan membawa anaknya ke tempat-tempat belajar (kuttab), dan mendudukkannya di hadapan guru. Sampai akhirnya Allah mengizinkan langkah kakinya untuk pindah ke Yerusalem untuk bersujud di sana menurut syariaat Allah yang tertera dalalm kitab Musa.
Maryam dan anaknya tinggal di perkampungan Nashirah (Nazaret), tempat di mana anaknya tumbuh dewasa hingga berusia tiga puluh tahun. Pada usianya tersebut Isa bermimpi bahwa Allah memilihnya untuk menjadi seorang nabi yang diutus kepada Bani Israil. Lalu ia menceritakan kisah mimpinya kepada ibunya.
Maryam juga memahami bahwa kelak anaknya akan menjadi seorang utusan Allah, maka ia paham atas cerita mimpi yang diutarakan anaknya. Dan Isa menjelaskan bahwa ia tidak akan bisa tinggal bersamanya untuk menjalankan perintah Allah tersebut dan akan mengalami penindasaan besar dari kaumnya sendiri. Lalu Maryam berkata, “Wahai anakku! Aku sudah diberitahu tentang semua itu sebelum kau lahir. Maka luhurlah nama Allah yang Mahasuci.”
Kisah Isa dan ibunya diabadikan oleh Allah dalam AL-qur’an, sebagai pelajaran bagi kita untuk bagaimana seharusnya seorang ibu itu berjuang. Kita bisa mengambil pelajaran ketabahan, kesabaran, dan juga ketaatan ibu Isa, Maryam, demi menjalankan ketetapan yang telah Allah gariskan kepadanya.
“Kami jadikan dia dan anaknya sebagai tanda (kebesaran Allah) bagi seluruh alam.” (Qs. Al-Anbiya’: 91)
0 Response to "IBU ISA; MARYAM BINTI IMRAN"
Post a Comment
silahkan memberikan masukan dan tanggapan yang sopan ya guys