PERTAMA KALI BABANG Z DI RONTGEN PARU-PARU. HASIL; JUSTRU PARU-PARU UMMANYA BERMASALAH.

Assalamualaikum Dears...!

Soal cerita, memang tidak ada ujungnya ya... Kali ini saya mau berbagi cerita tentang sakit Babang Z kemarin. Yang sempat harus di CT scan oleh dokter, pun dengan Emaknya. Juga harus CT scan.

KRONOLOGI BABANG ZAID DI RONTGEN PARU-PARU. HASIL; JUSTRU PARU-PARU UMMANYA BERMASALAH.

Masya Allah... Tabarakallah...

Setiap peristiwa pasti ada hikmah dibaliknya. Manusia tak punya kendali atas apapun, baik menghindar maupun lari dari ketentuan Allah.

Qadarullah.... pertama kali saya merasakan kesedihan teramat sangat dalam, ketika Babang Z masuk rumah sakit dan mau tidak mau harus di infus.

Saat pemasangan infus ditangannya, saya tak bisa menenangkan diri. Hari itu sungguh menakutkan. Tangisan saya sama besarnya dengan jeritan Babang Z yang kala itu mungkin ia pun ketakutan dengan orang-orang asing disekitarnya, terlebih lagi dengan jarum yang menusuk tangannya.

Kemungkinan Asbab Anak Sakit

Pada umumnya anak memang sangat suka sekali memasukkan benda-benda ke mulutnya, apa lagi di fase merangkak yang memudahkan si anak mengambil, mengutip, menjangkau dan menggenggam segala benda kesukaannya. Dan hal itu pula menjadi besar kemungkinan anak-anak jatuh sakit.

Kata orang tua zaman dulu, anak-anak yang berusia satu tahun ke bawah memang sangat lumrah sakit-sakitan. Karena setiap anak bertambah pintar; misal; mulai bisa duduk, mesti sakit. Tumbuh gigi, sakit. Pintar merangkak, sakit. Dan sebagainya. Hal demikian sangat lumrah dan wajar.

Kalau dari segi medis, anak yang masih di bawah 2 tahun memang sangat rentan terkena bakteri dan penyakit, karena anak-anak memang sangat suka mengeksplorasi lingkungan. Makanya perlu menjaga makanan, baik nutrisinya maupun kehigienisannya. Beri asupan yang tepat agar imunnya kuat.

Menjadi Pengalaman Berharga

Peristiwa-peristiwa yang berlalu, merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi saya. Dan berusaha untuk tidak masuk ke lubang yang sama. Menjadi pengingat, apa saja yang harus dihindari dan dipertahankan.

Terkadang sering mikir, kenapa anak saya mudah sakit, padahal udah berusaha makan yang benar, hindari produk kemasan, beri makanan sehat. Sementara emak yang lain, cuma kasi sufor, makan pun jarang, dan kasi jajanan kemasan. Kok anaknya baik-baik aja.!

Tapi dr. Tan mengatakan, memang saat ini ia terlihat sehat. Tapi percayalah, kalau kita sedang menumbuhkan anak yang tidak sehat, memang saat ini tidak terlihat. Tapi suatu saat kita akan sibuk memperbaikinya.

Ya, memang kita tidak tahu kedepannya, bukan?

Kronologi Babang Z.

Hari itu, 24 Nov ‘21, dimana jarum dan cairan infus pertama kalinya masuk ke tubuh Babang Z.

Awalnya ia baik-baik saja, setelah makan malam dan sejam setelahnya kami siap-siap tidur. Namun tiba-tiba Babang Z diare (air berwarna kuning), dan begitu seterusnya. Dalam rentang waktu beberapa menit ia BAB lagi, hingga semalaman 7x bolak-balik ganti.

Biasanya, meskipun sedang diare, pup-nya masih merampas, tapi kali ini lain. Hanya cairan yang terus menerus keluar. Akhirnya pagi, pukul 6 kami langsung larikan ke RS, pun suhu badannya mulai naik.

Mau tidak mau, ia harus di infus karena sudah dehidrasi. Ya Allah, seakan dunia tak berarti lagi. Saya tak kuasa menahan tangis.

“Ibu jangan nangis.” Kata perawat IGD kala itu. ‘Bodo amat. Kau mana tau rasanya.’ Hati saya mencibir. Tak ada yang salah dengan tangisan. Menangis itu bukan berarti lemah. Dan tidak perlu malu jika kita terlihat cengeng karena menangis. Bukankah Allah ciptakan air mata dan kesedihan? Tentu tak ada yang sia-sia atas penciptaan-Nya dan pasti ada kebaikan di dalamnya. Mungkin kitanya saja belum yakin.

Singkat cerita, hari itu dokter memeriksa Babang Z dengan stetoskop pada bagian dada. “Ada batuk ya, buk?” Tanya dokter.

“Kemaren ia, tapi sekarang udah reda.” Jawab saya.

“Anaknya sufor apa ASI?” Tanyanya kembali.

“ASI, dok.”

Tapi dokter itu hanya diam dan pergi. Agak jutek sih. Padahal mau bertanya, eh, malah slow aja gitu gayanya. Saya pun jadi overthingking, “apa ASI saya gak bagus ya?” Tapi justru baru saja terlontar pertanyaan itu dari hati, si dokter pun kembali menanyakan pertanyaan yang sama pada pasien di balik tirai kami.

Pasien yang sama, anak kecil —usianya beberapa bulan di atas anak saya— diare disertai step (padahal tanpa demam tinggi). Lalu dokter nanya, “Asi apa sufor, buk?”

“Sufor, dok.” Jawab ibunya. “Sebaiknya hentikan dulu ya, buk. Karena sufor gak bagus untuk anak.”

Ah, saya pun mendengarnya lega. Dalam hati bergumam, Ohh ternyata itu maksud dokter tersebut.

Hari kedua atau ketiga (lupa), diare masih berlanjut. Saya pun mulai protes pada perawat yang mengontrol perkembangan Babang Z. “Kak, anak saya pup-nya masih berair.”

“Iya buk, memang gitu. Dikeluarkan dulu bakteri-bakterinya. Makanya gak kami kasi obat.” Jawab perawat itu.

Baiklah. Karena sebelumnya saya pernah baca, bila diare tidak boleh di beri obat penghenti diare. Biarkan proses pembuangan bakterinya secara alami hingga bersih dengan sendirinya, yang perlu dilakukan adalah sering beri minum, makanan padat, hindari susu sapi, hindari makanan asam, bersantan, dan pedas.

Namun, yang sering menjadi kendalanya adalah ketika anak sakit, nafsu makan pun akan menurun bahkan tidak nafsu makan. Nah, bisa disiasati dengan memberikan makanan yang ia sukai terlebih dahulu. Misal, Buah pisang barangan, dan air kelapa. Kedua makanan ini, favorit Babang Z, dan dua jenis makanan tersebut juga bisa sebagai obat diare alami.

Faktor Utama Diare; Makanan

Seperti pepatah mengatakan, “Tak ada asap, jika tak ada api.” Artinya, tentu semua punya sebab-akibat apapun yang terjadi. Tidak mungkin juga Babang Z tiba-tiba sakit, kan?

Sebagaimana penjelasan di atas tadi, itu salah satu faktor. Tapi filling terkuat saya, mengapa Babang Z mengalami diare parah ialah karena faktor makanan.

Sedikit saya ketahui tentang diare, yaitu karena keracunan makanan. Maksudnya alergi atau intoleran dengan makanan tertentu.

Ya, ketika pup-nya bermasalah saya langsung merevisi komposisi makanannya. Karena memang, kondisi pencernaan itu merupakan cara tubuh memberikan signal. Apalagi anak batita yang belum bisa mengungkapkan apa yang ia rasakan, belum bisa bicara. Tentu orang tuanya lah yang harus ‘peka’ melihat kondisi anak.

Seperti anak yang sedang tak mau makan, tentu ada sebabnya. Dan karena ia belum bisa bicara, maka hanya gerakan tutup mulut lah yang ia tunjukkan.

Jadi, seingat saya dan asumsi kami, Babang Z sangat intoleran dengan prohe udang. Pernah saya juga beri ia udang tumis —biasanya saya masak untuk 3x makan— lalu sorenya ia muntah. Lalu saya stop. Beberapa bulan tidak pernah lagi. Dan bulan itu —saat jatuh sakit— saya juga masakkan ia udang.

Akhirnya kami putuskan untuk tidak memberikan ia udang dan saya pun tidak mengkonsumsinya. Alhamdulillah... hingga saat ini, kondisi pup dan pencernaan Babang Z sangat baik. Jadwal BAB-nya juga rutin setiap pagi.

Babang Z Pertama Kali Rontgen

Hari berikutnya pemeriksaan Babang Z oleh dokter. Seperti biasa, ekspresi dokter itu sangat mencurigakan (atau mungkin emang sudah auranya gitu kali ya, haa) saat memeriksa anak saya.

“Sepertinya anak ibuk kena Bronkitis. Saya sarankan untuk rontgen agar lebih akurat.” Kata dokter tersebut setelah beberapa hari memeriksa kondisi Babang Z. Dan seketika badan saya lemas seperti kesetrum aliran listrik.

“Apa itu berbahaya dok?” Hanya kalimat itu yang terlintas di kepala saya.

“Ya makanya di rontgen biar tahu.” Jawabnya ketus.

Saya sedikit kesal dengan dokter tersebut. Tapi tak perlu diperpanjang, yang saya risaukan adalah kondisi Babang Z saat itu. Kebetulan Pak Mam sedang tak bersama kami —memasakkan makanan Babang Z di rumah— dan saya bergegas mengabarinya dengan bercucuran air mata.

Suasana hati kami saat itu sangat kalut. Merasa bersalah dan sangat terpukul. Kami flash back kembali dengan kondisi Babang Z kala itu. Saat usianya masih 40hari, di mana kondisi baby Z seperti aneh (filling saya) pernapasannya sangat mencurigakan. Dan akhirnya kami bawa ke DSA.

Tapi saat itu saya tak menuai kepuasan, sebab DSA juga cukup jutek, hanya menyarankan; foto dan vit. D3

Saya yang kala itu bingung karena tidak puas dengan pemeriksaannya, yang tiba-tiba dikasi resep. “Foto itu apa maksudnya dok? Anak saya kenapa?” Kayak orang bodoh gitu. Pas kebetulan suasana lagi covid, jadi hanya saya sendiri yang bisa masuk.

“Di rontgen dulu, biar tahu paru-parunya kenapa.” Jawab dokter itu singkat.

Dan saat saya melontarkan pertanyaan lagi, dia hanya menjawab, “besok saya jelaskan lagi kalau bawa hasil rontgennya.”

Ya Allah... pengen banget emosi.

Setelah ke DSA pertama itu kami tak pernah datang lagi kesana bahkan kami tak mengikuti anjurannya. Insya Allah baby Z sehat. Kami pun membuat keyakinan itu bersama. Kami tidak tega harus membiarkan tubuh kecilnya —yang masih 40 hari— terkena sinar x sejak dini.

Dan November 2021 kemarin, mau tidak mau, Babang Z harus kami rontgen, mengingat diagnosa dokter tersebut cukup mengkhawatirkan bagi kami. Juga background ketika Babang Z kecil, disarankan untuk cek paru-paru. Dan kami yakin, tubuhnya —usia setahun—mungkin cukup kuat untuk melewati efek rontgen nantinya.

Hari itu pun tiba —jadwal rontgen Babang Z. Rasa sedih bercampur dengan rasa takut. Pun tak menyurutkan langkah saya untuk ikut menemani Babang Z di dalam ruangan. Rasa sedih karena sekecil ini harus merasakan sinar X. Rasa takut, karena efek yang harus ia dapat kelak.

Sebenarnya ada rasa cemas terhadap diri sendiri kala itu, sebab saya juga baru saja melakuka rontgen di bagian kepala (wajah). Lalu menemani Babang Z di dalam ruangan rontgen, artinya saya juga terpapar sinar x untuk ke-2 kalinya. Namun, khawatirkan terbesar saya bukan tentang tubuh saya 2x terpapar sinar x dalam sebulan, melainkan hasil dari rontgen Babang Z nanti.

HASIL RONTGEN BABANG Z KELUAR SETELAH DUA HARI BERLALU.

>>>>>>>>BERSAMBUNG<<<<<<<<<<


Langkat, 17 Feb 2022

0 Response to "PERTAMA KALI BABANG Z DI RONTGEN PARU-PARU. HASIL; JUSTRU PARU-PARU UMMANYA BERMASALAH."

Post a Comment

silahkan memberikan masukan dan tanggapan yang sopan ya guys

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel