BATAM: TUNGGU KEDATANGAN SAYA KEMBALI BARENG TRAVELOKA.

Kalau ditanya destinasi liburan impian saya saat ini, maka saya akan jawab dengan mantap: Batam.

Yes! Batam. Kepulauan Riau. Kota teh obeng. Saya sangat rindu sekali ingin pesan teh obeng di sana. Padahal, teh obeng itu cuma es teh dingin pada umumnya. Dimana-mana juga ada. 

Eh, bukan tehnya sih, yang bikin saya kangen. Tapi lebih tepatnya, saya ingin menceritakan pada anak saya tentang seluruh sudut kota di sana, bahwa ibunya pernah memiliki jejak sejarah yang penuh arti dan juga rindu dengan suasana hiruk-pikuk kota itu. 

"Sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui."

Begitu pepatah yang ingin saya jalani jika berkunjung ke Batam nantinya. 

Bukan hanya mengenang perjalanan hidup saya, tetapi di sana banyak yang ingin saya lakukan;

Pertama: Berkunjung ke rumah sanak family tentunya. Tepatnya di daerah Bengkong. Saudara dari sebelah Ibu ada di sana. Yang sudah pasti semakin ramai dengan kehadiran anggota baru (anak-anak dari kakak sepupu). 

Kedua: Reuni dengan teman. Hidup merantau selama kurang lebih 7 tahun, membuat saya dikelilingi banyak orang-orang baik di sana. Bahkan sudah seperti saudara. Bila kesempatan itu ada (bisa balik ke Batam) lagi, saya tak ingin melewatkan kesempatan untuk bertemu dengan teman-teman di sana. Miss you all...my bestie. Huhuuu

Ketiga: Ingin keliling kota Batam. Setelah 5 tahun pergi meninggalkan kota sejarah perjuangan Laksamana Hang Nadim tersebut, sudah pasti ia terus bertumbuh dan berkembang. Dan itu yang membuat saya ingin melihatnya. Kamu pasti semakin cantik dan molek ya, Batam. 

Keempat: Ingin ke Tanjung Pinang. Selama tinggal di sana, saya sama sekali belum pernah menginjakkan kaki ke Pulau Bintan itu. Karena mungkin saking sibuknya dengan kota Batam yang tidak ada habisnya untuk dijelajahi. Hihii. 

Padahal Tanjung Pinang dan Batam itu sangat dekat, loh. Cuma menyeberang dengan kapal laut selama 45 hingga 60 menit saja, kita sudah bisa mendaratkan kaki di sana. Sayangnya, wishlist liburan saya itu tidak pernah terwujud. 

Seperti yang saya bilang, mungkin saking sibuknya dengan Batam sehingga membuat liburan suara hati saya selalu tertunda. 

Iya, tertunda karena tidak punya waktu. Dan ketika ada waktu, saya tidak punya uang—alias akhir bulan, uang gaji sudah menipis. Setelah keduanya ada, kesempatan yang tidak berpihak pula pada saya—tidak ada teman yang mau diajak atau kurang sehat. 

Dari sana saya belajar. Ternyata, untuk mewujudkan liburan impian suara hati, kita harus memiliki ketiga komponen tersebut, yaitu; waktu, uang, dan kesempatan. 

Sayangnya, hal itulah yang selalu berbenturan dengan keadaan saya waktu itu. Kerja libur, kuliah tetap berjalan. Kuliah santai, keuangan menipis. Atau teman jalan tidak ada. Hihii....dilema liburan di masa single, ya! Kalian gitu juga, kah? 

Semoga setelah punya partner hidup saat ini, liburan impian suara hati saya bisa terwujud bareng Traveloka. 

Lain lagi dengan cerita liburan ketika saya resmi menyandang sebagai istri. 

Saya ingat sekali, kenangan kali pertama dibawa liburan oleh suami ke Takengon. Kabupaten Aceh Tengah. 

Eh, sebenarnya bukan murni liburan, sih. Tapi ngekor suami kerja yang kebetulan dinas keluar kota. Hihiii. Maklum, ya! Lagi masa-masa bucin, jadi kemanapun suami pergi bawaannya ingin ngekor terus. Mungkin itu definisi dari kata, "bahagia bersamamu." Wkwkwkw...seperti pasangan lain yang tengah dimabuk asmara. Begitu lah, ya, bawaannya ingin nempel selalu. 

Kebetulan, suami waktu itu hanya cuti kerja seminggu dari kantor, yang ternyata habis begitu saja bersama serangkaian acara pernikahan kami ,juga berkenalan dengan sanak saudara dari dua belah pihak. Sehingga tak ada lagi waktu kami untuk merencanakan liburan ala-ala estetik, gitu. Karena sepekan itu waktu yang sangat singkat. 

Setelah itu saya diboyong ke tanah rantau bersamanya, Aceh-Bireuen. Dan itu kali pertama saya menginjakkan kaki di provinsi Aceh. 

Ialah Aceh, kota kedua yang menjadi wishlist destinasi liburan saya. Beruntungnya, Allah takdirkan malah jadi warga Aceh. Alhamdulillah, artinya budget untuk liburan pun bisa dipangkas, kan. 

Nah, sisi lain dari keberuntungan saya yang sudah tinggal di Aceh, ialah mobilitas pekerjaan suami yang lebih banyak di lapangan. Artinya, hobi saya yang suka jalan-jalan bisa terpenuhi, karena bisa ngekor kemanapun suami bekerja. Lumayan lah, ya! Bisa jelajahi Aceh tipis-tipis. 

Seperti yang sudah saya ceritakan tadi. Pertama kali liburan setelah lepas single ialah ke Takengon. Aceh Tengah.

Takengon adalah destinasi liburan yang tidak sengaja dan terencana, tapi bikin hati meleleh.

Serius!

Saat itu, suami ada tugas di Rumah Sakit Takengon.
"Besok, awak (bhs: Melayu: saya) mau ke Takengon. Mau ikut?" kata Pak Mam.

Wah...langsung girang, donk, yang saat itu lagi nyetrika pakaian. Auto moodbooster sekali, sehingga pekerjaan lebih cepat kelar. Hahaha, dan langsung menyiapkan pakaian yang akan dibawa.

Keesokan harinya, kami segera berangkat di pagi hari. Tanpa perlu persiapan yang berarti, karena masih berduaan saja, dan hanya naik motor. Cukup simple dan sangat ringkas.

Jarak tempuh Bireuen ke Takengon biasanya memerlukan waktu 2 jam setengah. Namun, tidak berlaku dengan kami. Tentu saja, kami banyak berhenti sana-sini. Menikmati setiap jengkal pemandangan yang terhampar. Sehingga perjalanan kami membutuhkan waktu 3 jam untuk sampai di tujuan.

Medan perjalanan ke Takengon pun cukup eksotis dengan berkelok-kelok melingkari pegunungan. Bagi yang punya kebiasaan "mabuk" perjalanan, saya sarankan minum obat terlebih dahulu, ya.

Sesampainya di sana, suami tidak langsung bekerja atau booking hotel, justru saya dibawa ke rumah saudara-saudaranya terlebih dahulu. Terutama ke rumah Abang kandung dan Mak Ciknya (adik mamak mertua). Ternyata, keluarganya banyak di sini. Gumam batin saya.

Setelah  berkenalan dengan sanak family-nya, lanjut mengitari beberapa tempat di Takengon, dan berhenti di sebuah kawasan wisata Danau Laut Tawar. Atau disebut juga Danau Lut Tawar oleh penduduk setempat.

Saat kami berkunjung ke wisata tersebut, hanya ada beberapa pengunjung dan gerai yang masih sangat sedikit. Pemandangan yang masih alami dan tak banyak ornamen buatan yang menghiasi pinggir bibir danau tersebut.

Hari berikutnya, setelah selesai bertugas. Pak Mam membawa saya ke destinasi yang tak kalah memukau dari sebelumnya. Di sana, saya bisa melihat pemandangan yang luar biasa dari ketinggian 1.300 meter lebih. Termasuk bisa melihat lebih detail pemandangan Danau Lut Tawar.

Ialah Bur Telege. Salah satu wisata Aceh Tengah yang mampu menghipnotis para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Kawasan wisata ini juga memiliki banyak spot foto instagram-able bagi kaum milineal, juga outbound yang sangat menantang. 

Selain wisata Bur Telege, ada wisata lain yang tak kalah indah, yakni Pantan Terong.

"Di sana lebih tinggi lagi. Pemandangannya juga hampir sama dan medan perjalanan yang lebih curam," kata Pak Mam, yang sebelumnya sudah berkali-kali pergi ke sana. Namun, kami belum berkesempatan untuk mengunjunginya karena keterbatasan waktu. 

Takengon itu akan menjadi kenangan yang termanis dalam hidup saya. Yang awalnya suka laut dan pantai, kini saya jatuh hati pada hutan dan pegunungan. Udara yang sejuk, membuat rindu ini akan semakin tumbuh. Semoga Allah bisa beri kesempatan pergi ke Tanah Gayo itu lagi. 

Berakhir manis, perjalanan liburan Bur Telege itu banyak meninggalkan cerita harmonis. Lalu disusul dengan berita gembira yang ikut rilis pula. 

Beberapa bulan dari sana, saya pun hamil. Lalu suami mutasi kerja ke Banda Aceh. Suka duka di tanah Serambi Mekah pun juga mulai terukir. 

Diawal kehamilan, saya benar-benar morning sickness parah, bukan hanya di trimester pertama, tetapi hingga trimester kedua. Kesehatan pun memburuk dan berakhir di rumah sakit. Lalu saya terjangkit eksim cukup parah yang menyebabkan saya tidak bisa berjalan. Lumayan dramatis sekali perjalanan kehamilan pertama saya. Oleh karena itu, sesampainya di Banda Aceh, saya justru  mengeram di rumah selama 6 bulan. 

Selesai masalah satu, tumbuh rintangan baru. Yaitu; beradaptasi dengan peran baru, menjadi Ibu. Ternyata, kemana-mana membawa bayi itu tidak mudah. Apalagi saya bertekad untuk ASI eksklusif waktu itu. Mana belum ahli menyusui langsung ke bayi, ditambah bila menyusui di tempat umum. Ya, grogi. Hahaha

Wah...saya benar-benar belajar keras waktu itu untuk bisa menyusui anak sambil digendong, agar nantinya kalau mau liburan lagi, saya sudah andal. Dan proses itu saya jalani selama dua bulan. Maka, di usia 3 bulan Zaid, kami memutuskan untuk pulang kampung ke Langkat. Karena semua saudara dan keluarga besar ingin melihat junior baru. Dan alhamdulillah, selama perjalanan 12 jam dari Banda Aceh ke Kabupaten Langkat, Zaid tidak rewel sama sekali. 

Setelah memiliki anak, liburan tak lagi jadi hal utama. Melainkan mempersiapkan kebutuhan anak dan belajar untuk fase berikutnya. 

Memasuki fase MPASI, saya benar-benar bertempur pagi, siang, dan malam bersama panci dan alat makan si kecil. Masa yang menghabiskan separuh dari jiwa freedom saya. 

Di masa MPASI si kecil, saya juga berjanji pada diri sendiri, bahwa ia harus memakan makanan sehat yang diolah secara sehat pula. Maka, kami memutuskan untuk tidak melakukan perjalanan kemanapun selama MPASI berlangsung, hingga anak kami masuk ke fase makanan keluarga. 

Dan itu membuat saya hanya bisa jalan tipis-tipis di sekitar Banda Aceh saja. Karena pada dasarnya, jiwa dan pikiran saya butuh healing. Hehehe....apalagi di fase MPASI ini, sangat menguras emosi dan mental saya. 

Beruntungnya, Banda Aceh banyak destinasi wisata yang jaraknya cukup dekat dengan rumah kontrakan kami. Seperti; Masjid Raya Baiturrahman, Kapal Apung PLTD, Kapal di Atas Rumah, Pantai Ule-leu dan lain-lain. 

Meski liburan dekat rumah, kami tetap membawa bekal makanan si kecil kemanapun pergi. Selain harus memakan makanan dari dapur sendiri, jadwal makannya juga harus on-time. 

Sungguh masa itu adalah struggling bagi kami.

Dan sekarang, 3 tahun berlalu setelah liburan ke Takengon itu berakhir. Kami mulai menyusun rencana liburan impian kami. 

Berhubung Pak Mam juga penasaran ingin melihat suasana Batam, saya jadi bersemangat untuk membuat rencana liburan ini. 

Setelah cek harga tiket di Traveloka. Dari Banda Aceh ke Pulau Bintan, ternyata cukup mahal untuk sekali pergi. Maka, saya beralih jalur lambat saja. Jalur panjang. 

Seperti infografik di atas. Begitu kira-kira perencanaan liburan kami nantinya. Dan berikut estimasi biaya yang harus dipersiapkan:
Di infografik tadi saya mencantumkan total pulang pergi dengan jalur yang sama. Tetapi, bisa jadi kami berubah pikiran. 

Bisa jadi, kami akan merubah rute perpulangan dari Bintan langsung ke Banda Aceh. Kan, ada Traveloka. Bebas rencanakan liburan di Traveloka kapan saja dan dimana saja. 

Begitulah untungnya zaman sekarang. Serba instan dan mudah. Kita bisa cek ini-itu pakai aplikasi. Yaitu; Traveloka App. Liburan mudah dan membantu menyusun rencana budgeting lebih tersistem. 

Semenjak menjadi Ibu rumah tangga, saya menyadari bahwa pekerjaan ini tidak lah mudah. Dan saya yakin, ibu-ibu di luar sana pun demikian. Apalagi baru terlahir menjadi seorang ibu. Sungguh adaptasi yang menguras segalanya, ya! 

Untuk itu, mari kita luangkan sedikit saja waktu, uang, dan kesempatan untuk kebutuhan kesehatan batin dan jiwa kita, agar senantiasa terjaga keharmonisan keluarga. Maka, jalani hidup dengan caramu. Ikutin suara hati. #LifeYourWay


Banda Aceh, Lamteumen Barat. 
8 Januari 2023

0 Response to "BATAM: TUNGGU KEDATANGAN SAYA KEMBALI BARENG TRAVELOKA. "

Post a Comment

silahkan memberikan masukan dan tanggapan yang sopan ya guys

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel