MOMEN OPNAME MUDIK LEBARAN 2023: DUA MOMEN YANG MEMBUAT KHAWATIR
Mudik lebaran tahun 2023 kali ini sangat berbeda, pasalnya ada dua kondisi Babang Z yang membuat saya khawatir dan bingung.
Ya, tentu saja khawatir. Sebab perjalanan mudik kami akan menghabiskan waktu selama 13- 14 jam lamanya dengan menggunakan bus. Beda cerita kalau kami menggunakan mobil pribadi. Tidak masalah dengan lamanya perjalanan, sebab kami memiliki previllage besar untuk berhenti sewaktu-waktu ketika Babang Z perlu.
Nah, dua kondisi yang saya khawatirkan tersebut bisa teman-teman simak hingga tuntas, ya! Dijamin penuh informasi.
Memang benar ya, mengajarkan anak untuk toilet training itu butuh kesabaran tingkat dewa. Juga perlu ilmu konsisten. Jika dua hal ini sudah dimiliki, InsyaAllah akan mudah dan berhasil dalam waktu singkat. Percayalah.
Sayangnya, saya tidak demikian. Ada banyak hal yang membuat saya maju mundur untuk memulai toilet training disaat usia Babang Z 1,5 tahun kemarin, salah satunya dari suami yang sangat hati-hati sekali soal najis yang akan berserakan di lantai rumah.
Meskipun begitu, saya tetap keukeuh untuk terus mencoba dengan cara memberikan afirmasi ke Babang Z.
Memang tidak mudah. Terkadang emosi saya kerap melambung tinggi jika sounding yang saya berikan tidak bekerja. Hahaha.... itulah mengapa saya bilang tadi, HARUS PUNYA KESABARAN TINGKAT DEWA. Dan saran dari teman saya waktu itu, "Intinya kita mau capek."
Yah, benar! Kita harus terima rasa lelah berkali-kali lipat jika ingin memulai toilet training pada anak. Memang benar-benar melelahkan.
Qadarullah... Akhirnya Babang Z lulus di usia 2,5 tahun. Beberapa pekan di bulan Ramadhan. Padahal memulainya di uisa 1,5 tahun. Hahaha.... selama itu, guys. Iya, karena tidak ada konsistensi dan menyerah. Dan mencoba kembali di bulan Ramadhan tahun ini dengan konsisten dan tekad kuat. Biiznillah, upaya kami pun berhasil dengan singkat.
Lantas, apa yang membuat saya khawatir? Beberapa hari setelah lepas diapers, Babang Z masih mengompol di malam hari. Tidak setiap malam, tetapi kerap terjadi. Dan perjalanan mudik kami akan menghabiskan waktu selama 13 jam di malam hari. Kemungkinan terburuknya, Babang Z bisa saja tiba-tiba ngompol di pangkuan kami saat terlelap tidur. Ah... akan sangat merepotkan jika harus mengganti pakaian ketika ingin sholat subuh nantinya, yang hanya diberi sedikit waktu oleh pihak bus. Sungguh,tidak akan sempat.
Akhirnya, dengan berat hati kami memakaikannya diapers kembali selama perjalanan, dengan tetap diberi afirmasi tentunya, juga sembari berdo'a agar Babang Z tidak lupa.
"Abang Zaid, kita mau pergi naik bus ke rumah Atok Abah. Jadi perjalanannya sangat jauh kali. Umma tahu, Zaid udah berhasil lepas pempers. Jadi satu kali ini kita pakai lagi ya. Tapi kalau mau kencing harus bilang Umma, ya!" begitu afirmasi saya. Meski saya tahu, ketika dia bilang mau pipis, saya tidak akan bisa memberhentikan bus untuk singgah ke toilet umum. Namun, hal itu bertujuan untuk mengingatkan Babang Z agar ia tetap konsisten.
Alhamdulillah... Alloh beri kemudahan dan keberhasilan atas upaya kami. Ketika bus berhenti untuk makan sahur pukul 03.00 dini hari, kami ajak ke toilet. Lalu, bus berhenti kembali di pukul 05.30 untuk sholat subuh. Dan kami pun mengingatkannya. Lalu pukul 9 pagi kami sudah tiba di tujuan tanpa ngompol di pempers. Hihiiii....dan hal itu bahagianya luar biasa. 😊
Kata orang, merawat anak laki-laki itu lebih sulit dibandingkan anak perempuan. Ternyata hal ini bukan sekadar "kata orang" melainkan hasil dari penelitian para ahli parenting. Termasuk di dalam Al-quran juga sudah dijelaskan bahwa anak laki-laki dan perempuan itu berbeda.
Ya, mungkin bukan sulit, tapi rasanya berbeda. Anak laki-laki memang berbeda dengan anak perempuan. Seperti dalam hal mendidik, perkembangan otak dan cara merawat tubuh serta tumbuh kembang mereka.
"Anak pertamaku perempuan, saat meng-ASI-hi itu anteng banget. Tiba anak keduaku laki-laki, mulai dari lahirannya sakit banget dan lebih lama, saat meng-ASI-hi pun sampai lecet," begitu yang saya dengar dari beberapa teman. Tak sedikit, mereka yang sudah senior (jumlah anak lebih banyak), berargumen demikian. Allahu'alam.
Kini, saya pun merasakan hal demikian. Contohnya, saat Babang Z dalam kondisi khitan bulan lalu. Dari cara khitan anak laki-laki dan perempuan saja sudah berbeda, ya. Dan tentu saja perawatannya juga berbeda.
"Coba khitan anak laki-laki sama usianya seperti khitan anak perempuan (di usia newborn), kan, jadi sama!" mungkin ada yang berargumen demikian.
Iya, bisa. Tapi tetap akan berbeda. Hahaha.... Ya jelas beda, kelamin laki-laki dan perempuan saja sudah beda.
Nah, balik ke pembahasan awal. Jadi, apa yang membuat kami khawatir akan sirkumsisi Babang Z? Yaitu karena kami memutuskan untuk memilih metode sunat konvensional yang membutuhkan treatment penyembuhan yang lebih lama. Sementara rencana untuk mudik lebaran sudah dekat.
Sebelum memutuskan untuk melakukan sirkumsisi pada tanggal 5 April kemarin. Tentunya kami mencari informasi terlebih dahulu, saling berdiskusi dan juga mencari informasi ke para dokter bedah (teman-teman suami). Pun memastikan waktu kerja suami yang lebih longgar, agar saya tak sendirian merawat Babang Z pasca sirkumsisi.
Sebelum masuk pada pembahasan subjudul di atas, ada sedikit cerita yang ingin saya share ke teman-teman, apabila ingin melakukan sirkumsisi. Untuk itu, bacanya jangan di skip ya! Wajib simak sampai tuntas, ya! Hihiii...
1. Persiapkan Budget.
Balik ke perbedaan laki-laki dan perempuan tadi, tentunya budget khitan anak laki-laki dan perempuan juga berbeda. Hihiiii. ((Boleh spill dong, budget khitan anak perempuan di kolom komentar, ya!)) Sependek info yang saya ketahui, khitan anak perempuan masih menggunakan satu metode (metode lama). Sementara zaman now, metode sunat (khitan) pada anak laki-laki ada empat jenis, yang pastinya berbeda pula budget-nya. Take note, "Semakin modern metode sunat yang kita pilih. Maka semakin besar pula biaya yang harus kita keluar kan." Biiznillah, biaya khitan Babang Z kemarin bisa ter-cover BPJS. Alhasil dana yang terkumpul bisa dialokasikan untuk hal lain. Alhamdulillah.
2. Mencari Informasi Sebanyak Mungkin. Biiznillah. Tanpa perjanjain, kami seakan tahu harus melangkah seperti apa dalam mencari informasi untuk hal ini. Suami saya berdiskusi pada relasinya (beberapa dokter bedah) secara offline. Sedangkan saya mencari informasi secara online. Hihiii.... karena teman-teman belum ada yang mengkhitan anaknya di usia dini, juga karena saya lebih suka mencari info melalui tulisan. Maka dari itu, internet sudah tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan harian saya. Untuk itu, memilih internet provider juga penting dalam kelancaran dan kenyamanan selama menambang informasi secara online. Nah, Telkom Indonesia selalu menjadi pilihan saya. Karena kualitas jaringan sudah tidak diragukan lagi.
Singkat cerita, dari keempat metode khitan zaman now, kami memutuskan untuk memilih cara lama, yaitu sunat konvensional.
3. Alasan Memilih Khitan Konvensional. Karena dirasa lebih baik untuk jangka panjang dan masa depan kualitas reproduksi anak kami kelak. Hihii. Kenapa demikian? Sebab, dari 3 metode sunat zaman now; klemp, laser, dan stapler belum ada penelitian lebih lanjut bagaimana hasil ketahanan penis (anak laki-laki yang sunat dengan metode ini) di masa depan mereka hingga kehidupannya setelah menikah (detik.com). Dan ini yang saya sampaikan ke suami. Ya, karena mereka yang memilih untuk sunat dengan metode modern saat ini, belum ada yang sampai menikah. Dan mungkin jika suatu saat ada penelitian baru akan hal ini, saya akan menggunakannya suatu hari nanti. Hihiii mungkin untuk cucu saya. Nah, sementara hasil suami saya menambang informasi secara offline, menyatakan, konvensional lebih baik meski penyembuhannya lebih lama, namun minim resiko.
4. Informasi Perbedaan keempat Metode Khitan Dan Resikonya.
Metode konvensional ialah metode umum yang sudah turun temurun dilakukan. Menggunting kulup dan dijahit. Penyembuhan pasca sirkumsisi tersebut cukup lama. Kurang lebih 2 minggu untuk sel-sel kulit mati pada lukanya benar-benar lepas sendiri. Sedangkan untuk beraktivitas, dalam 2 hari Babang Z sudah bisa berjalan dan mulai mau pakai kolor (bukan CD khusus sunnat, ya). Untuk metode laser, bisa beresiko kepala penis ikut terpotong, minim jahitan dan sedikit perdarahan serta cepat sembuh. Kalau metode klem (metode yang ingin kami pinang) ini terfavorit. Banyak yang sudah menggunakannya, sebab cepat sembuh (dalam satu hari), sedikit perdarahan, tanpa jahitan. Namun, bisa lepas kembali jika anak lasak. Terakhir metode stapler. Hampir sama dengan klem hanya beda alat di kepala penisnya. Berikut info grafis tambahan dari detik.com
Nah, itu tadi sedikit informasinya. Lantas apa yang membuat kami khawatir?
Khawatir jika luka pasca sirkumsisi Babang Z belum sembuh di saat perencanaan mudik kami sudah dekat. Soalnya, luka sirkumsisi Babang Z sangat tebal, berwarna keruh dan juga merah. Karena kami belum punya pengetahuan tentang luka pasca sirkumsisi itu seperti apa. Lagi-lagi, saya mengandalkan Telkom Indonesia untuk belajar singkat, cepat dan tepat bersama IndiHome soal penanganan pasca sirkumsisi. Tak hanya itu, adanya IndiHome membantu kami selalu terhubung dengan dokter bedah meski di rumah untuk memantau perkembangan luka sirkumsisi Babang Z. Kalau menunggu jadwal kontrol ulang sesuai ketentuan Rumah Sakit, terasa lama. Sementara hati sudah was-was. Hihiii.... tanpa pikir panjang, kami manfaatkan saja internet untuk kirim foto-foto kondisi terkini luka Babang Z ke dokter bedahnya, yang kami khawatirkan terjadi infeksi.
Walaupun sikap Babang Z santuy dengan kondisi kelaminnya, namun tidak dengan kami. Justru kami yang terkadang teriak-teriak untuk mengingatkan Babang Z untuk berhati-hati dan pelan-pelan.
Qadarullah, semua berjalan lancar. Dibalik repotnya kami membersamai anak toddler pasca sirkumsisi, ada hikmah yang kami tuai.
Yaitu, berhasilnya Babang Z lepas diapers. Pasca khitan ia begitu semangat pergi ke toilet untuk BAK & BAB sendiri. Padahal sebelum sirkumsisi, proses toilet training ini sangat alot. Sebab, ketika saya baru saja membawanya ke toilet, satu menit kemudian ia akan pipis di celana. Ketika satu jam sekali saya ingatkan ke toilet, 15 menit atau 30 menit kemudian ngompol.
Intinya, konsistensi durasi pipisnya tidak bisa diprediksi. Dan bahkan dalam 2 jam pun terkadang ia belum pipis. Huuuffhhh. Tapi ini momen opname yang menyenangkan dan pelajaran paling berharga dalam hidup kami, khususnya saya.
Semoga informasi dan sedikit curcol saya di atas dapat memberikan manfaat bagi teman-teman, ya!
Silakan tinggalkan jejak di kolom komentar untuk saling bertukar informasi. :)
Next kisah Babang Z tentang sirkumsisinya lebih detail.
Langkat, Tanjung Beringin.
4 Mei 2023
Ikutan lomba blog ya ca
ReplyDeleteIya mas.
ReplyDelete