CARA SAYA MENJEMPUT JODOH HINGGA BERTEMU HAL EKSTRIM
- Takdir Tak Pernah Bertemu Dengan Orang Yang Salah
Sebelum kita menemukan cerita hidup hari ini, pasti ada jalan yang kita lukis kemarin. Seperti pertemuan saya dengan seseorang yang kini telah menjadi penyempurna agama saya. Seorang suami yang kini telah menjadi bagian takdir selanjutnya, yang akan saling membersamai hingga batas ketentuan Allah kepada kami.
Saya dan kita semua, pasti tidak akan pernah tahu, seperti apa skenario Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam mengatur proses perjalanan kita. Tapi yakinlah, apa yang kita usahakan, pilih dan pinta, ialah atas izin-Nya. Dan itulah yang terbaik.
Kini, ketika saya flashback, ada rasa yang menakjubkan dari skenario Allah. Entah bagaimana semua berganti dengan tak terduga. Bahkan saya tak menyangka, bagaimana saya bisa bermetamorfosa sedemikian rupa.
Pada akhirnya, Allah isi hidup saya dengan kehausan perubahan, dapat teman yang se-frekuensi, Allah langkahkan kaki saya ke tempat-tempat yang baik, dan sebagainya, hingga cara Allah mempertemukan saya dengan jodoh yang menakjubkan.
- Mencoba Bertemu Jodoh Dengan Cara Ta’aruf
Sebenarnya saya tidak berniat mencoba ta’aruf. Tetapi seiring berjalannya waktu, banyak teman-teman menawarkan “calon” kepada saya.
Pertama: tawaran dari teman kuliah (ibu Be), teman suaminya sedang mencari jodoh, lalu beliau menawarkan pada saya. Ibu Be bilang, “kalau kamu mau, nanti kamu dibelikan mobil loh.” Eh, belom proses sudah diberi iming-iming. Hehee... saya yang masih labil dengan “materi” agak tertarik dong.! Karena memang pada saat itu, tujuan menikah saya adalah hidup mewah, berkecukupan dan bersantai ria di rumah.
Singkat cerita, saya beranikan bertemu muka dengan ‘calon’ tersebut di rumah bu Be dan saya bawa teman, pastinya.
Hasilnya gagal. Karena saya tidak tertarik. Ada rasa di hati yang tidak menginginkannya meski ia bisa memberikan apa yang saya mau (lelaki yang cukup kaya).
Kedua: datang dari Murabbi. Awalnya beliau menanyakan kesiapan saya dalam menikah. Lalu menawarkan untuk bertukar CV ta’aruf. Dan rasanya saya tertarik, sebab rekomendasi dari beliau pasti sholeh, dalam pikiran saya saat itu. Dan pada saat ta’aruf itu, niat saya dalam menikah sudah berganti, ya (dari yang di atas). Yaitu, paham ilmu agama, sholih dan memiliki pekerjaan tetap.
Singkat cerita, setelah kami (saya dan Ikhwan) bertukar CV ta’aruf. Ada rasa yang kurang memikat, dari CV yang ia tulis. Padahal ikhwan yang sedang berta’aruf dengan saya memiliki sedikit dari apa yang saya cari. Tetapi, ada saja yang membuat hati saya menolak. Dan akhirnya, sebelum proses selanjutnya (nadzor) terjadi, saya mundur. Saya meminta maaf pada Murabbi, karena tidak bisa melanjutkan proses berikutnya.
Ketiga: tawaran tak terduga datang dari seorang ibu-ibu berusia 40’an yang tidak sengaja berkenalan ketika mudik lebaran melalui jalur laut (naik kapal, dari Batam ke Belawan).
Kebetulan pada saat mudik itu, saya sendirian dan tidak memiliki nomor tempat tidur (maklum, karena menang mudik gratis dari PT. PELNI) dan memang musim mudik selalu penuh, dong.
Jadi, singkat cerita, saya berdiam diri di mushollah kapal, dengan niat beri’tikaf (kebetulan lagi, pada saat itu 3 malam terakhir bulan Ramadhan). Entah bagaimana, si ibu Al mengajak saya bercerita. Saling bertanya dan karena memang sama-sama pulang kampung, berarti tujuan kami sama. Dan ternyata, kampung kami juga bertetangga.
Sebenarnya semua tak ada yang kebetulan. Itulah skenario Allah, selalu indah. Akhirnya, sampai pada penawaran jodoh. Si ibu menawarkan keponakannya yang bekerja di perkapalan bersama suaminya.
Anak kapal, pasti gajinya besar nih, dan sepertinya keluarga ibu ini juga agamis. Pikir saya kala itu. Saya tertarik dan akhirnya kami bertukar nomor handphone.
Singkat cerita, ternyata Bu Al memberikan nomor saya kepada keponakannya, meskipun kami tidak pernah ber-chatting-an. Kemudian tibalah saat pertemuan (nadzor). Bu Al mengundang saya untuk datang ke rumahnya, begitu pun dengan keponakannya. Nah, tiba-tiba ada WA masuk, “kamu pakai jilbab, nggak?” isi pesan dari nomor yang tak saya kenal, namun dapat saya tebak, jika itu pesan dari keponakan Bu Al.
Kaget, donk. Dapat pertanyaan yang seperti itu. jelas-jelas di profil WA saya memakai jilbab, kenapa dipertanyakan lagi. Dari kesan pertama (pesan WA) tadi, saya merasa kurang pas, dan perasaan saya seperti tak ingin melanjutkan proses ini lebih lanjut. Namun karena penasaran dengan orangnya, maka saya tetap melanjutkan proses ini; bertatap muka di rumah Bu Al bersama Kak Yuyun, teman pendamping setia ta’aruf saya. Hehee...
Qaadarullah, kami saling bertemu, walaupun hanya curi-curi pandang saat itu. iya, saya tidak berani menatapnya secara sempurna, sebab memang begitulah syari’at mengajarkan kita. Lalu, yang menjadi pertimbangan saya menilainya adalah dari cara dia merespon dan memberi respon dari pertanayaan-pertanyaan tantenya.
Setelah selesai, saya pulang dengan membawa hasil penilaian terhadapnya. Bukan soal rupa, tetapi karakternya yang paling terpenting bagi saya. Kemudian, tiba-tiba ada WA dari dia masuk (malam harinya) setelah proses nadzor kami.
“Gimana, apa kita lanjut?” kurang lebih begitulah inti pesannya (lupa).
Saya tak langsung meng-iya-kan atau pun menolaknya, saya hanya minta waktu 3 hari untuk berpikir dan beristikhoroh. Namun, dari nada bahasanya dia ingin segera mendapatkan jawaban dari saya malam itu juga.
Fix. Hati saya mantap berkata ‘NO’. Sebab, hati saya mengatakan kalau karakternya tidak cocok dengan saya. Dimulai dari pertemuan itu, cara penyampaiannya kurang tegas dan ketika ditanya tentang halaqoh/ perkumpulan kajian, dia kurang paham. Dan berikutnya, dari cara dia meminta jawaban dari saya, begitu terburu-buru. Dia tidak memberi waktu yang saya pinta. Dan pada akhirnya, ta’aruf kami gagal.
Singkat cerita, setelah hampir satu tahun berlalu kami tidak ada komunikasi apapun. Dia kembali dengan sebuah DM di IG saya. Dia komen di salah satu story saya. Allahu’alam, saat men-DM saya, apakah dia memang tidak mengenali saya atau dia hanya madus. Sebab di akun saya tidak ada foto yang memperlihatkan wajah saya.
Dan karena saya tidak suka basa-basi, saya Tanya, “kamu memang tidak kenal dengan saya?” jawabannya, sih, dia tidak kenal, Allahu’alam. Kemudian, berlanjutlah pembicaraan kami mengenang masa lalu, dan dia pun menyatakan untuk berproses lagi dengan saya.
Baiklah, saya menerima tawarannya untuk kembali saling mengenal menuju halal. Yang saya pikir, pasti dia sudah banyak berubah, kan. Sebab, sudah setahun yang lalu juga. Maka, saya setuju dengan tawarannya. Karena kami bertujuan untuk saling mengenal (pada saat itu saya di Malaysia). Jadi komunikasi kami via hp.
Singkat cerita, dia mengajukan pertanyaan yang buat saya kaget dan langsung masuk blacklist hidup saya.
“Kamu masih perawan?” Tanyanya.
WHATTT????? Benar-benar lancang sekali mulutnya. Speechless, dong. Lalu saya jawab, “kamu pantas gak nanya itu sama saya? Kalau kamu jumpa dengan cewek di club malam dan kamu bertanya seperti itu, cocok. Tapi kamu tahukan saya dari lingkungan seperti apa dan bagaimana saya. Apa pantas kamu nanya seperti itu?”
“Yah, wajar dong, nanya itu. karena cewek-cewek yang merantau ke batam kebanyakan udah gak.”
Kaget dong, dengan cara pandang dia seperti itu. Dan semakin meradanglah saya. Intinya, saya menolak dia untuk kedua kalinya. Tetapi sebelum menutup teleponnya, saya bilang, “coba aja pertanyaan itu kamu ajukan pada tante kamu, pantas gak menurutmu? Tersinggunggak tante kamu? Semua perempuan baik-baik pasti tersinggung dengan pertanyaan konyol seperti itu.”
Dan akhirnya, tidak ada satu pun ta’aruf saya yang berhasil. Mungkin kalau berhasil, pastinya saya tidak akan bertemu Pak Mam di pelaminan. Heee...
Lalu, semua kegagalan itu membuat saya selalu menolak tawaran dari mana pun. Meskipun saya mendapatkan rekomendasi yang top ten. Ada rasa kurang berkenan di hati.
NB: kisah ini ketika masih di Batam. Ambil bainya saja ya.
Banda Aceh, 10 Okt 2020
0 Response to "CARA SAYA MENJEMPUT JODOH HINGGA BERTEMU HAL EKSTRIM "
Post a Comment
silahkan memberikan masukan dan tanggapan yang sopan ya guys